INews dan RCTI Persoalkan Penyiaran Lewat Internet
Berita

INews dan RCTI Persoalkan Penyiaran Lewat Internet

Para pemohon meminta agar ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran perlu ditafsirkan mencakup pula penyiaran yang menggunakan internet agar kerugian konstitusional tidak akan terjadi.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Melalui Surat Edaran Menkominfo No. 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten melalui Internet adalah penyediaan layanan aplikasi dan/atau konten melalui internet selanjutnya disebut layanan over the top. Menurutnya jika mengacu Pasal 1 angka 1 UU Penyiaran, siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui penerimaan siaran.

Dengan demikian, berbagai macam layanan OTT, khususnya yang masuk kategori konten/video on demand/streaming juga masuk kategori aktivitas penyiaran. “Sudah seharusnya OTT masuk dalam rezim penyiaran, hanya saja perbedaanya aktivitas penyiaran konvensional terletak pada metode pemancarluasan menggunakan spektrum frekuensi radio, sementara layanan OTT menggunakan internet,” jelasnya.

Menurut Pemohon, dalam UU Penyiaran setidaknya enam hal pengaturan yakni (i) asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran di Indonesia; (ii) persyaratan penyelenggaraan penyiaran; (iii) perizinan penyelenggaraan penyiaran; (iv) pedoman mengenai isi dan bahasa siaran; (v) pedoman perilaku siaran; dan yang tidak kalah penting adalah (vi) pengawasan terhadap penyelenggaraan penyiaran.

“Perbedaan perlakuan tersebut terjadi karena keenam hal itu hanya berlaku bagi penyelenggara penyiaran konvensional, tidak berlaku bagi penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan OTT.”

Ia mencontohkan para pemohon sebelum melakukan aktivitas penyiaran harus memenuhi sejumlah persyaratan, misalnya berbadan hukum Indonesia, memperoleh izin siaran, dan seterusnya. Hal lain, dalam penyelenggaraan penyiaran para pemohon wajib tunduk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS) dalam membuat konten siaran. Apabila melanggar dikenakan sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).  

Sementara penyelenggara siaran yang menggunakan internet tidak perlu memenuhi berbagai macam persyaratan itu dan tidak ada kewajiban tunduk pada P3SPS. Perbedaan perlakuan ini berimplikasi pada ketiadaan level playing field dalam penyelenggaraan penyiaran, yang pada akhirnya sangat merugikan para pemohon sebagai penyelenggara penyiaran konvensional baik secara materil maupun immateril.

“Uji materi ini untuk melindungi Indonesia karena saat ini telah ada kekosongan hukum yang harus diisi dalam UU Penyiaran. Sudah saatnya ada pembaharuan karena ada layanan siaran OTT ini,” harapnya.  

Tags:

Berita Terkait