Ini Aturan Cuti Kampanye Bagi Pejabat yang Ikut Pileg dan Pilpres
Berita

Ini Aturan Cuti Kampanye Bagi Pejabat yang Ikut Pileg dan Pilpres

Jika terdapat tugas pemerintahan yang mendesak dan harus segera diselesaikan, presiden dapat memanggil menteri dan pejabat setingkat menteri yang sedang melakukan kampanye pemilu.

RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD, PResiden dan Wakil Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum. PP tersebut ditandatangani pada 18 Juli 2018 lalu oleh Jokowi.

 

Menurut PP ini, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye sebagai calon presiden atau wakil presiden, atau ikut serta dalam kampanye pemilihan umum. “Dalam melaksanakan kampanye sebagaimana dimaksud, presiden dan wakil presiden harus menjalankan cuti,” bunyi Pasal 30 ayat (2) PP ini sebagaimana dikutip dari laman resmi Setkab, Senin (23/7).

 

Sementara menteri atau pejabat setingkat menteri, menurut PP ini, dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan berstatus sebagai anggota partai politik atau anggota tim kampanye atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

 

Adapun gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai calon presiden atau wakil presiden, berstatus anggota partai politik atau anggota tim kampanye atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU. Saat melaksanakan kampanye, menurut PP ini, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus menjalankan cuti.

 

Selain itu, PP ini menegaskan, presiden, wakil presiden, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota dalam melaksanakan kampanye memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

 

“Cuti presiden, wakil presiden, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota untuk melakukan kampanye pemilihan umum disesuaikan dengan jangka waktu kampanye pemilihan umum,” bunyi Pasal 33 PP ini.

 

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, menteri-menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR dapat mengganggu kinerja berkaitan dengan izin cuti kampanye pemilu legislative 2019. “Ya tentu waktunya, karena masa kampanye, pasti mengganggu waktu bekerja. Pasti itu karena menurut KPU cukup cuti saja,” katanya.

 

Ia menambahkan, dengan adanya Menteri izin cuti kampanye Pileg 2019, kinerja kementerian tetap dapat dijalankan melalui sekretaris jenderal dan direktur jenderal di lingkungan kementerian tersebut. Kalla mengatakan, tidak perlu dilakukan perombakan kabinet atau reshuffle untuk mengisi kekosongan jabatan Menteri selama cuti kampanye.

 

Baca:

 

Pengajuan Cuti

Pelaksanaan cuti presiden dan wakil presiden yang akan melaksanakan kampanye pemilihan umum, menurut PP ini, dilaksanakan secara bergantian dengan memperhatikan pelaksana tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden. Jadwal cuti kampanye yang dilakukan oleh presiden dan wakil presiden itu disampaikan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara kepada KPU paling lambat tujuh hari kerja sebelum pelaksanaan kampanye.

 

Sedangkan permintaan cuti menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi sejumlah ketentuan. Untuk menteri dan pejabat setingkat menteri, permintaan cuti diajukan kepada presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.

 

Untuk gubernur dan wakil gubernur, permintaan cuti diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dengan tembusan kepada presiden. Sedangkan cuti untuk bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota diajukan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

 

“Permintaan cuti sebagaimana dimaksud paling lambat 12 (dua belas) hari kerja sebelum pelaksanaan kampanye pemilihan umum,” bunyi 35 ayat (3) PP ini.

 

Ditegaskan dalam PP ini, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota melaksanakan cuti selama satu hari kerja sebelum pelaksanaan cuti kampanye pemilu. Sementara hari libur merupakan hari bebas untuk melakukan cuti kampanye pemilu di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud.

 

PP ini juga menyebutkan, dalam hal terdapat tugas pemerintahan yang mendesak dan harus segera diselesaikan, presiden dapat memanggil menteri dan pejabat setingkat menteri yang sedang melakukan kampanye pemilu. Hal ini tercantum dalam Pasal 42 PP No. 32 Tahun 2018.

 

Dalam penjelasan Pasal 42 disebutkan, yang dimaksud dengan “tugas pemerintahan yang mendesak” adalah keadaan yang membutuhkan penanganan secara cepat demi keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan serta kepentingan bangsa dan negara. Keadaan tersebut mulai dari bencana alam, wabah penyakit endemik, serangan terorisme dan kerusuhan massal.

 

Pengunduran Diri

PP ini juga menyebutkan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Polri, direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas dan karyawan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara wajib mengundurkan diri apabila mencalonkan diri sebagai anggota DPR atau anggota DPRD.

 

“Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan tidak dapat ditarik kembali,” bunyi Pasal 2 ayat (2) PP.

 

Sedangkan kepada ASN, anggota TNI, anggota Polri, direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas dan karyawan pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, tidak dapat mengajukan pengaktifan kembali jika sudah mengajukan pengunduran diri.

 

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 44 PP No. 32 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Juli 2018 itu

Tags:

Berita Terkait