Isu Derivatif Mencuat di Persidangan Pailit Danamon vs Esa Kertas
Berita

Isu Derivatif Mencuat di Persidangan Pailit Danamon vs Esa Kertas

Bank Danamon berpendapat Esa Kertas mengakui adanya utang. Sebaliknya, Esa Kertas justru menilai Bank Danamon baru dapat menagih utang setelah ada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait gugatan transaksi derivatif yang mereka gugat terhadap bank swasta nasional tersebut.

Mon
Bacaan 2 Menit
Isu Derivatif Mencuat di Persidangan Pailit Danamon vs Esa Kertas
Hukumonline

 

Dengan begitu, syarat kepailitan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bisa terpenuhi. Apalagi Esa Kertas memiliki dua kreditur atau lebih. Utang pada kreditur itu belum dibayar padahal telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

 

Pihak Bank Danamon sendiri membantah proses kepailitan itu terkait dengan perkara transaksi derivatif yang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut kuasa hukum Bank Danamon, perkara derivatif dan kepailitan berdiri sendiri. Sebab diatur dalam dua perjanjian yang terpisah dan beridiri sendiri-sendiri. Kontrak derivatif ini tidak berhubungan dengan fasilitas trade finance dari Bank Danamon.

 

Perkara pailit ini berawal dari perjanjian kredit fasilitas Omnibus Trade Finance dengan jumlah maksimal AS$25 juta. Fasilitas  itu dapat digunakan dalam bentuk sight L/C Impor serta usance L/C Impor. Esa Kertas kemudian menggunakan fasilitas itu dalam bentuk L/C Impor yakni Usance L/C dan Trust Receipt (TR) untuk bisnis ekspor dan impor. Setelah menerima dokumen ekpor impor dari Esa Kertas, Bank Danamon melakukan pembayaran pada eksportir melalui bank eksportir sebagaimana bukti transfer dalam bentuk Society for Woldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).

 

Atas pembayaran itu, Esa Kertas telah menandatangani Surat Sanggup untuk fasilitas TR dan Surat Promes atas L/C Impor. Intinya, Esa Kertas berjanji tanpa syarat untuk membayar pada Bank Danamon sesuai dengan pembayaran yang dilakukan Bank Danamon. Faktanya, hingga tempo pada 11 Juni 2009, Esa Kertas belum membayar utang sebesar AS$8,952 juta atau Rp61,287 miliar pada Bank Danamon.

 

Sementara, transaksi derivatif mengacu pada Master Agreement For Foreign Exchange Transaction 9 Oktober 2007 serta ISDA Master Agreement dan Schedule ISDA Master Agreement 14 April 2007.

 

Pembuktian Utang Tidak Sederhana

Esa Kertas, dalam kesimpulannya, menyatakan pembuktian permohonan pailit Bank Danamon tak dapat dibuktikan secara sederhana sesuai Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan. Bank Danamon dapat menagih setelah ada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas gugatan transaksi derivatif Esa Kertas terhadap Bank Danamon.

 

Berdasarkan bukti Bank Danamon, Esa Kertas berpendapat fasilitas omnibus trade finance merupakan dasar pelaksanaan L/C dan TR. Keduanya merupakan satu kesatuan perjanjian kredit dengan fasilitas Foreign Exchange yang jadi dasar pelaksanaan transaksi derivatif.

 

Dengan begitu, tagihan Bank Danamon yang berasal dari fasilitas L/C dan TR harus dilakukan bersamaan dengan penyelesaian utang piutang dari pelaksanaan transaksi derivatif. Saat ini, Esa Kertas sedang menggugat Bank Danamon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkaranya tercatat dalam No. 671/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEL. Dalam gugatannya, Esa Kertas menuntut pembayaran kerugian materiil sebesar Rp206,502 miliar. Tuntutan kerugian itu lebih besar dibanding jumlah utang yang didalilkan Bank Danamon yakni, AS$8,952 juta dan Rp61,287 miliar atau sama dengan Rp150,908 miliar. Pembuktian siapa sebenarnya kreditur dan debitur harus memerlukan pembuktian yang tidak sederhana.

 

Soal adanya kreditur lain, Esa Kertas juga membantah. Bank Danamon dinilai tak bisa mengajukan saksi ke persidangan untuk membuktikan adanya kreditur lain. Bukti Laporan Keuangan Esa Kertas yang diajukan Bank Danamon hanya fotokopi sehingga tak memenuhi kualitas sebagai alat bukti.

 

Esa Kertas menyatakan masih memiliki kemampuan keuangan dan masa depan (going concern) untuk tumbuh baik. Terhitung sejak Januari-Mei 2009, penjualan Esa Kertas mencapai Rp48,212 miliar. Diperkirakan penjualan 2009 akan mencapai Rp1,2 triliun, dengan devisa dari penjualan ekspor sebesar Rp500 miliar. Ditambah lagi, Esa Kertas memiliki 594 karyawan.

 

Oleh karena itu Esa Kertas berpendapat bahwa perusahaannya tidak tepat untuk dipailitkan. Sebab, hal itu akan bertentangan dengan tujuan kepailitan, yakni menciptakan keseimbangan kepentingan antara debitur dan kreditur secara adil. Kepentingan debitur adalah menjalankan usaha tanpa harus mengalami pailit, namun tetap membayar utang. Kepentingan kreditur adalah mendapat pengembalian uangnya.

Permohonan pernyataan pailit PT Bank Danamon Indonesia Tbk terhadap PT Esa Kertas Nusantara hampir memasuki babak akhir. Para pihak sudah menyampaikan kesimpulan pada persidangan lanjutan, Rabu (12/8) pekan lalu dan tetap berpegang pada argumen masing-masing. Bank Danamon kekeuh menyatakan permohonan pailit memenuhi syarat kepailitan. Esa Kertas berpendapat sebaliknya.

 

Bank Danamon berpendapat Esa Kertas mengakui adanya utang dalam surat jawaban. Esa Kertas menyatakan tidak dibayarnya tagihan bukan karena perusahaan tak mampu atau tak berniat membayar. Melainkan karena kondisi keuangan yang belum normal akibat krisis keuangan global. Hal itu berdampak pada melemahnya harga dan turunnya permintaan kertas. Esa Kertas lalu meminta restrukturisasi fasilitas L/C (Letter of Credit) dari Bank Danamon. Kuasa hukum Bank Danamon dari Ricardo Simanjuntak & Partners menilai pernyataan Esa Kertas itu merupakan bukti yang sempurna atas adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih.

 

Begitupula dengan utang pada kreditur lain, yakni PT Bank Mandiri (persero) Tbk, PT Bank CIMB Niaga, PT Cellmark Interindo Trade, PT Hidup Bahagia Sentosa, PT Oyama Indonesa, PT Hopax Indonesia, PT Tangguh Karimata Jaya. Hal itu dibuktikan dari Laporan Keuangan Esa Kertas dan Laporan Auditor Independen Tahun 2007. Dalam persidangan, Esa Kertas juga tak pernah mengajukan bukti pelunasan pada pra kreditur lain itu.

Tags: