Isu Hukum Perdata dalam Transaksi Pembiayaan Internasional
Terbaru

Isu Hukum Perdata dalam Transaksi Pembiayaan Internasional

Seperti pilihan hukum atau choice of law dan pilihan forum atau choice of forum. Indonesia dikenal sebagai negara yang tidak ramah terhadap putusan arbitrase internasional.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Namun begitu, beberapa perjanjian atau kontrak dalam transaksi bisnis internasional tetap menggunakan hukum Indonesia berdasarkan kaidah super memaksa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Seperti dalam kontrak kerja sama/profit sharing contract minyak dan gas bumi. Kemudian perjanjian konstruksi atau dokumen jaminan akta pemberian hak tanggungan, akta jaminan fidusia atau perjanjian gadai.

Kedua, pilihan forum/choice of forum. Menurutnya, pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia dalam beberapa kasus, pihak berperkara yang kalah melakukan strategi dengan mengajukan gugatan baru. Alasannya agar menunda eksekusi putusan arbitrase asing. Menariknya, dalam beberapa kasus, berhasil dilakukan.

Nah, pengakuan terhadap putusan hakim asing, secara khusus yang berkenaan dengan kepailitan, setidaknya penundaan kewajiban pembayaran utang kebanyakanya struktur transaksi bonds diterbitkan oleh special purpose vehicle (SPV) di luar negeri. Tapi, dijamin oleh aset-aset dan ditanggung holding company yang ada di Indonesia.

“Kasus Pan Brothers Tbk. yang mana scheme of arrangement yang dilakukan di Singapura menjadi dasar untuk menolak permohonan PKPU yang diajukan oleh Maybank oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat,” katanya.

Tidak ramah putusan arbitrase 

Di tempat yang sama, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Liliek Prisbawono menyoroti putusan arbitrase melalui pengadilan yang dipimpinnya. Menurutnya, UU memberikan kewenangan khusus dan kelebihan terhadap PN Jakpus dalam mengadili perkara perdata yang terdapat unsur asingnya, sengketa perusahaan asing dengan perusahaan asing, sengketa perusahaan lokal (badan hukum Indonesia) dengan perusahaan asing, serta perceraian antara warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA).

PN Jakpus pun memiliki kewenangan mengeksekusi putusan arbitrase internasional, khususnya terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional sebagaimana mandat UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase  dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Tapi praktiknya, penyelesaian perkara melalui arbitrase tidak secara otomatis dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah.

Sementara dalam melaksanakan eksekusi putusan arbitrase internasional harus meminta bantuan dari pengadilan. Masalahnya ada sejumlah alasan yang dipergunakan pihak yang kalah agar tidak menjalankan putusan arbitrase internasional. “Kita dinilai negara yang tidak ramah terhadap putusan-putusan arbitrase internasional. Pengakuan terhadap putusan arbitrase internasional kita kurang (ditaati, red)” katanya.

Tags:

Berita Terkait