Jaksa Agung Sampaikan Konsep Keadilan Restoratif dengan Hati Nurani
Pengukuhan Guru Besar

Jaksa Agung Sampaikan Konsep Keadilan Restoratif dengan Hati Nurani

“Saya sebagai Jaksa Agung tidak membutuhkan jaksa yang pintar, tetapi tak bermoral. Saya juga tidak butuh jaksa yang cerdas, tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan jaksa yang pintar dan berintegritas.”

Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit

304 perkara dihentikan

Dalam kesempatan ini, ia juga menyampaikan sebagai Jaksa Agung, telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada 22 Juli 2020. ''Peraturan ini lahir untuk memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materil dan hukum formil yang belum mengatur penyelesaian perkara menggunakan pendekatan keadilan restoratif,'' ujar Burhanudin.

Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Menurut dia, filosofi Peraturan Keadilan Restoratif itu untuk melindungi masyarakat kecil.

Dia pun berharap kehadiran Peraturan Kejaksaan ini dapat lebih menggugah hati nurani para jaksa sebagai pengendali perkara pidana dalam melihat realitas hukum jika masih banyaknya masyarakat kecil dan kurang mampu yang kesulitan mendapat akses keadilan hukum.

"Saya yakin Peraturan Kejaksaan ini akan menjadi momentum mengubah 'wajah penegakan hukum di Indonesia'. Tidak akan ada lagi kasus seperti Nenek Minah dan Kakek Samirin yang sampai ke meja hijau. Tidak akan ada lagi penegakan hukum yang hanya melihat kepastian hukumnya saja, dan tidak akan ada lagi hukum yang hanya tajam ke bawah," harapnya.

Berdasarkan hasil evaluasi sejak berlakunya Peraturan Kejaksaan itu, ada sebanyak 304 perkara yang berhasil dihentikan berdasarkan keadilan restoratif. Adapun tindak pidana yang paling banyak diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif antara lain tindak pidana penganiayaan, pencurian, lalu lintas. Dari data itu dapat disimpulkan hampir setiap hari satu perkara pidana diselesaikan melalui keadilan restoratif. (Baca Juga: Kejaksaan Hentikan 222 Perkara Lewat Keadilan Restoratif)

Dalam Peraturan Kejaksaan itu, ia menyebut terdapat beberapa asas yakni asas keadilan, kepentingan umum, pidana sebagai jalan terakhir, cepat, sederhana dan biaya ringan. Kemudian, mengedepankan kepentingan hukum, menghindari sebuah pembalasan, stigma negatif, kesusilaan dan ketertiban. Asas-asas keadilan restoratif ini semua dapat mencapai 3 tujuan hukum dengan hati nurani tanpa menegasikan satu sama lain.  

“Saya sebagai Jaksa Agung tidak membutuhkan jaksa yang pintar, tetapi tak bermoral. Saya juga tidak butuh jaksa yang cerdas, tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan jaksa yang pintar dan berintegritas.” 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait