Jangan Memaksakan Gelar Pilkada Serentak pada Desember 2020
Berita

Jangan Memaksakan Gelar Pilkada Serentak pada Desember 2020

Karena melanjutkan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi yang masih belum matang hanya akan menimbulkan masalah baru. Salah satunya persoalan anggaran pengadaan alat pelindung diri bagi petugas KPU.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Setelah silang pendapat mengenai penundaan Pilkada Serentak hingga disepakati digelar pada 9 Desember 2020 akibat dampak pandemi Covid-19, kini Komisi Pemilihan Umum (KPU) membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp5 triliun untuk pengadaan alat pelindung diri bagi petugas di Tempat Pemilihan Sementara (TPS). Hal ini tentu bisa menjadi persoalan ketika negara pun tengah menghemat anggaran akibat dampak pandemi yang masih berlangsung.  

Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengingatkan pemerintah dan DPR perlu berpikir ulang menyikapi persoalan itu agar tidak memaksakan penyelenggaraan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020. Dia menerangkan dalam rapat dengar pendapat pendapat (RDP) antara Komisi II dengan KPU, dan pemerintah menghasilkan beberapa kesepakatan pada Rabu (3/6/2020) kemarin.

Pertama, penyelenggaraan Pilkada Serentak di tengah pandemi Covid-19 diperlukan penyesuaian kebutuhan barang dan anggaran termasuk penetapan jumlah pemilih per TPS maksimal 500 orang. Kedua, penyesuaian kebutuhan tambahan barang dan atau anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 disetujui dapat dipenuhi melalui sumber APBN. Namun hal itu memperhatikan kemampuan APBD di daerah masing-masing.

“Terkait hal ini akan segera diadakan rapat kerja gabungan antara Mendagri, Menteri Keuangan,  Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan penyelenggara pemilu,” ujar Fadli dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (5/6/2020). (Baca Juga: Tahapan Pilkada Harus Terapkan Protokol Kesehatana dan Prinisp Demokrasi)

Ketiga, agar terjadi efisiensi dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, Komisi II DPR meminta penyelenggara pemilu melakukan restrukturisasi anggaran yang dialokasikan untuk setiap tahapan Pilkada. Restrukturisasi anggaran tersebut mesti diserahkan kepada Komisi II dan Kemendagri sebelum rapat kerja gabungan diadakan.

Menurutnya, kesimpulan rapat menggambarkan secara terbuka, anggaran tambahan untuk pengadaan alat kesehatan bagi penyelenggara pemilu masih dibicarakan dengan Menteri Keuangan. Bila menerka keyakinan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu untuk segera memulai kembali tahapan pilkada, ternyata berbanding terbalik dengan realitas yang dihadapi langsung para pemangku kepentingan kepemiluan tersebut.

“Misalnya, bagaimana mungkin anggaran pengadaan alat protokol kesehatan dan biaya tambahan penyelenggaraan pilkada sebagai konsekuensi penambahan TPS masih belum dapat dipastikan? Sementara tahapannya akan dimulai pada 15 Juni 2020. Jika dihitung mundur dari hari ini, pilkada akan dimulai dalam 11 hari ke depan,” kata dia.

Dia menilai dalam kurun waktu 11 hari untuk memenuhi pengadaan alat protokol kesehatan dan pelindung diri dalam jumlah ratusan ribuan adalah hal mustahil. Sementara tahapan pilkada tak mungkin dilaksanakan tanpa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu. Persoalan lain ketersediaan alat pelindung diri dalam bentuk barang yang bakal diserahkan langsung ke penyelenggara tersebut.  

“Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab secara komprehensif oleh DPR, Pemerintah, dan penyelenggara pemilu. Jawaban atas pertanyaan ini nantinya akan mengkonfirmasi persiapan melanjutkan tahapan Pilkada 2020 tidak bisa hanya bermodalkan semangat, tekad, dan keyakinan saja,” tuturnya.

Dia khawatir bila tetap dipaksakan malah bakal menimbulkan persoalan baru di tengah pandemi Covid-19 yang belum mereda. Dari aspek kesehatan, dikhawatirkan malah menambah daftar kasus positif Covid-19 bila tidak dilengkapi serangkaian alat perlindungan diri bagi petugas dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.

“Kami mendesak agar KPU memutuskan kembali untuk menunda Pilkada 2020 dengan persetujuan DPR dan Pemerintah. Kondisi pandemi yang belum juga mereda, serta persiapan kelanjutan pilkada di tengah pandemi yang masih jauh dari matang, hanya akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari,” sarannya.

Mesti dihormati

Terpisah, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Edwin Pratama Putra mengatakan keputusan pemerintah dan DPR yang memutuskan Pilkada Serentak digelar pada 9 Desember 2020 mesti dihormati. Meskipun belakangan muncul penolakan dari berbagai elemen masyarakat agar hajatan besar demokrasi lokal ini diundur pelaksanaannya karena banyak aspek yang perlu dipertimbangkan selain aspek kesehatan. “Idealnya diundur ke tahun depan, karena banyak fokus kita saat ini mengurusi masalah wabah Corona ini,” ujarnya.

Kalaupun dipaksakan tetap digelar pada Desember, pemerintah dan KPU harus memastikan formula dan tahapan pelaksanaan Pilkada serentak secara matang termasuk soal anggaran tambahan yang diminta KPU harus sudah tersedia. Namun, bila melihat beban keuangan negara secara rasional, Erwin menilai berat untuk memenuhi dana tambahan yang diminta KPU.

Senator Asal Riau itu menilai mengundurkan waktu pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 menjadi pilihan terbaik ketimbang dipaksakan digelar tanpa persiapan matang yang justru menimbulkan dampak baru yang meresahkan masyarakat. “Jangan sampai akibat Pilkada Serentak, penyakit timbul dimana-mana dan anggara negara ini habis terkuras untuk hal yang tidak terlalu krusial bagi masyarakat saat ini,” katanya.

Sementara Pelaksana Tugas Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar meminta jajaran Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) berperan aktif menyiapkan penyelenggaraan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang. Menurutnya, sebanyak 270 daerah bakal menggelar pelaksanaan Pilkada Serentak dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat pada setiap tahapan.

"Aturan ini membutuhkan penyesuaian, seperti alat kesehatan dan alat pelindung diri (APD) yang wajib disediakan pada penyelenggaraan pilkada serentak kali ini," ujar Bachtiar seperti dikutip dari laman Antara.

Menurutnya, banyak hal yang perlu dikoordinasikan dan disosialisasikan ke masyarakat. Seperti penyesuaian jumlah TPS. Bila semula 800 pemilih di setiap TPS, tapi pada Pilkada Serentak 2020 ini hanya 300-500 pemilih per TPS. “Kami minta Kesbangpol menjadi inisiator membangun koordinasi dan komunikasi di daerah agar dapat segera diinventarisasi seluruh kebutuhan pelaksanaan pilkada mendatang,” ujarnya.

Untuk itu, Bahtiar mengimbau daerah yang akan menyelenggarakan pilkada mesti mulai persiapan, menggelar koordinasi, termasuk memeriksa anggaran yang tersedia. "Apakah masih dimungkinkan adanya perubahan kegiatan guna menyesuaikan protokol kesehatan Covid-19?"

Dia menambahkan Pilkada Serentak akan melibatkan dinas kesehatan dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di masing-masing daerah untuk memastikan penerapan protokol kesehatan, sehingga penyelenggaraan pilkada aman bagi masyarakat dan penyelenggara yang terlibat. (ANT)

Tags:

Berita Terkait