Jaring Kandidat Menkumham Kabinet Jokowi Jilid II
Utama

Jaring Kandidat Menkumham Kabinet Jokowi Jilid II

Ada tantangan dan tugas berat menanti bagi kandidat Menkumham Kabinet Jokowi-Ma’ruf jilid II. Kini, tinggal tergantung Presiden Terpilih Jokowi yang memiliki hak prerogatif, apakah Menkumham yang dipilih dari kalangan pejabat karier/profesional atau kader parpol?

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Pasca Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi Widodo-Ma’ruf Amin pada 30 Juni 2019, isu kabinet Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf periode 2019-2024 terus menggelinding hingga saat ini. Menurut rencana, Jokowi-Ma’ruf bakal resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 mendatang.  

 

Namun, sejumlah pimpinan partai koalisi pendukung pasangan itu sudah kasak-kusuk agar kader terbaiknya bisa masuk bursa pencalonan kabinet Jokowi Jilid II. Bahkan, ada pimpinan parpol koalisi meminta secara terang-terangan menyebut jumlah tertentu agar kadernya masuk susunan kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf periode 2019-2024 sebagai bentuk “balas budi”.

 

Hal lazim dalam politik, setelah Pilpres dan dimenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, saat ini partai-partai pengusung saling tarik-menarik kepentingan siapa mendapat apa, dan siapa mendapat berapa kursi di kabinet. Sebab, mereka telah bekerja keras bersama-sama memenangkan presiden petahana itu.

 

Pada pertengahan Agustus lalu, setelah ditetapkan sebagai calon presiden terpilih bersama Ma’ruf Amin, Joko Widodo mengaku telah menyusun desain komposisi kabinet periode kedua 2019-2024. Jokowi menyebut kabinet mendatang 55 persen diisi kalangan profesional dan 45 persen diisi kalangan yang berlatar belakang partai politik (parpol) yang beberapa diantaranya ada anggota kabinet yang berusia muda.  

 

Namun, ada salah satu menteri yang cukup menjadi perhatian dari Jokowi sejak presiden petahana ini terpilih kembali pada Pilpres 2019 yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) yang saat ini dijabat oleh Yasonna Hamonangan Laoly yang notabene berasal dari kader PDI-P. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi kerap menyampaikan keluhan terutama terkait penataan regulasi yang dinilai kerap menghambat salah satu ‘Visi Jokowi’ yakni meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha.

 

Presiden Jokowi pernah menyebutkan perlu ada reformasi perundang-undangan yang harus dilakukan besar-besaran agar tidak terjebak pada regulasi yang kaku, ruwet, dan rumit serta menyulitkan pelaku usaha terutama dalam hal perizinan. Terakhir, saat penyampaian Laporan Kinerja Lembaga Negara dalam Sidang Tahunan MPR 2019 pada 16 Agustus 2019 lalu, Presiden selaku kepala pemerintahan menyadari betul ada banyak persoalan dalam penataan regulasi, mulai over regulasi, saling tumpang tindih, saling bertentangan, hingga belum optimalnya kinerja penyusunan dan penyelesaian regulasi setingkat UU yang diharapkan bisa segera diatasi instansi terkait.

 

Dalam kesempatan itu, Presiden berharap dukungan DPR untuk mereformasi sistem penataan peraturan perundangan-undangan. Misalnya, UU yang saling bertabrakan (bertentangan) satu dengan lainnya harus diselaraskan (harmonisasi). Jokowi sejak kampanye pada Pilpres 2019 sempat melontarkan gagasan pembentukan lembaga/badan regulasi nasional agar bisa fokus mengatasi beragam persoalan penataan regulasi tersebut. Baca Juga: Presiden: UU Sulitkan Masyarakat Harus Kita ‘Bongkar’

 

Tak jarang, pembenahan sektor bidang hukum ini pun menjadi objek kritikan berbagai elemen masyarakat. Sebab, apa yang dicita-citakan dengan yang dilaksanakan justru berbeda. Dalam Visi Jokowi bertajuk “Visi Indonesia”, misalnya, ada 5 agenda prioritas pemerintahan periode 2019-2024 yakni pembangunan infrastruktur, peningkatan SDM, investasi, reformasi birokrasi, dan penggunaan APBN tepat sasaran.

 

Namun, pembangunan negara hukum seolah tidak menjadi visi Kabinet Jokowi Jilid II dalam 5 tahun ke depan. Kalaupun, reformasi penataan regulasi sudah dilakukan pemerintahan Jokowi-JK, tapi terkesan terbatas (fokus) sektor ekonomi, khususnya mendorong kemudahan berusaha dan investasi. Padahal, “hutan belantara” (9 ribuan) regulasi lebih banyak mengatur kebutuhan dasar; pelayanan publik; seperti pendidikan dan kesehatan; ketenagakerjaan; peraturan bidang hukum pidana (RKUHP) menyangkut HAM; dan lainnya.

 

Persoalan ini tentu menjadi tugas berat Menkumham mendatang yang seharusnya menjadi garda depan dalam upaya pembenahan regulasi baik di internal pemerintahan maupun saat penyusunan UU bersama DPR yang selama Prolegnas 2019 saja, penyelesaian RUU jauh dari yang ditargetkan. Dalam lingkup organisasi di Kemenkumham terdapat dua direktorat/organ yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) membenahi peraturan perundang-undangan yakni Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Baca Juga: Lembaga Legislasi Diyakini Solusi Atasi Persoalan Penataan Regulasi

 

Praktiknya, Kemenkumham menjadi koordinator di instansi pemerintah pusat dan daerah dalam hal penyusunan peraturan perundang-undangan di bawah UU serta hal-hal berhubungan dengan penyusunan UU bersama DPR yang juga kerap melibatkan sektor instansi/kementerian terkait. Tak hanya itu, Kemenkumham memiliki tupoksi membenahi persoalan lembaga pemasyarakatan (Ditjen Pemasyarakatan) yang hingga saat ini, persoalan klasik over kapasitas lapas dan sistem pengelolaan lapas di Indonesia belum dapat diatasi sepenuhnya.

 

Belum lagi, beragama persoalan lain yang ada di Ditjen Keimigrasian, Ditjen HAM, Ditjen Administrasi Hukum Umum, Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), sehingga kandidat Menkumham Kabinet Jokowi Jilid II punya tantangan tersendiri. Tentunya, kriteria paling utama kandidat Menkumham Kabinet Jokowi jilid II harus memahami ruang lingkup organisasi dan tata kerja Kemenkumham dengan beragam persoalannya terutama menyangkut penataan regulasi.

 

Kini, tinggal tergantung pasangan Presiden Terpilih Jokowi yang memiliki hak prerogatif, apakah akan memilih Menkumham dari kalangan pejabat karier/profesional atau kader parpol?    

Tags:

Berita Terkait