Jimly Dorong Evaluasi Kinerja Kelembagaan MPR
Terbaru

Jimly Dorong Evaluasi Kinerja Kelembagaan MPR

MPR sebagai lembaga representasi terlengkap dinilai belum melaksanakan empat tugas pokok dan fungsinya. Selain itu, semua lembaga pun perlu melakukan evaluasi kinerja di bidang politik, sosial, hukum, dan ekonomi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu menilai Tata tertib MPR/DPR/DPD perlu dievaluasi dan diperbaiki terkait beberapa hal. Antara lain soal pernyataan lisan dari Ketua MPR saat melantik pejabat presiden dan wakil presiden. Termasuk tradisi sidang tahunan MPR yang sudah berlangsung saban tahun yang di dalamnya terdapat rangkaian pidato kenegaraan presiden serta laporan nota keuangan APBN.

Layak diberi kewenangan PPHN

Ketua Umum Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo menyoroti soal prinsip demokrasi permusyawaratan yang harus tercermin dalam kerangka representasi dan model pengambilan keputusan yang bersifat inklusif. Dia berpandangan dalam aspek representasi, perwujudan terpenting dari institusi permusyawaratan dalam demokrasi adalah keberadaan MPR.

Sebagai ekspresi demokrasi Indonesia dengan semangat kekeluargaan dan permusyawaratan terlengkap sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat. Menurutnya, sebagai lokus kedaulatan rakyat, MPR dibentuk sedemikian rupa agar menjadi wadah ekspresi seluruh kekuatan rakyat dan dapat mewakili segala unsur kekuatan kebangsaan. “Lembaga perwakilan harus menjadi wadah penyemaian semangat kekeluargaan dan persatuan dari keberagaman (diversity) masyarakat bangsa Indonesia,” lanjutnya.

Pontjo melanjutkan sebagai pantulan semangat kekeluargaan dan penjelmaan dari kedaulatan rakyat terlengkap, MPR hendaknya tidak dikuasai salah satu unsur kekuatan politik. Sebaliknya MPR harus dapat diakses semua unsur dan golongan. Setidaknya dapat tercemin dari kemampuan menampung perwakilan hak liberal-individual (perwakilan rakyat), perwakilan hak komunitarian (perwakilan golongan), dan perwakilan hak teritorial (perwakilan daerah).

Baginya, mendelegasikan kedaulatan rakyat hanya melalui perwakilan kepartaian di DPR berisiko menjadikan kedaulatan rakyat bisa di bawah kendali kepentingan perseorangan dan/atau golongan kuat (the ruling class). Negara yang hendak mengatasi paham perseorangan dan golongan harus memberi peluang aliansi kelas dan aneka golongan dalam lembaga perwakilannya. Lembaga perwakilan umumnya mewakili rakyat melalui partai politik sebagaimana dalam literatur perwakilan bersifat politik (political representation). Kemudian, keterwakilan rakyat dalam MPR dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945. Yakni terdiri perwakilan politik DPR dan DPD.

Pontjo melanjutkan kebutuhan atas menguatnya kebangsaan dan hadirnya negara dapat diwujudkan dengan memiliki pokok-pokok haluan negara (PPHN) yang ditetapkan oleh MPR sebagai ekpresi kedaulatan rakyat. Dia menilai sebagai lembaga terlengkap yang merepresentasikan seluruh lapisan dan golongan, suku, agama, daerah dan profesi, MPR layak diberikan kewenangan merumuskan dan menetapkan haluan negara.

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan menghidupkan kembali haluan negara dalam bentuk PPHN, tidaklah berarti a format dan isi haluan negara harus sama dan sebangun dengan GBHN versi terdahulu. Terpenting, secara substansial, haluan negara harus mengandung kaidah penuntun memuat arahan-arahan dasar bersifat ideologis dan strategis-teknokratis.

Begitu juga merevitalisasi MPR tidak berarti memberikan posisi sebagai lembaga tertinggi negara, namun melibatkan MPR sebagai “representasi terlengkap” dalam pengambilan kebijakan nasional melalui pelembagaan permusyawaratan tertinggi. Menurutnya, dalam rangka menghadirkan PPHN, dapat memadukan warisan positif dari berbagai rezim pemerintahan dengan tata kelola kepemimpinan baik Orde Lama, Orde Baru, maupun Orde Reformasi yang visioner.

“Penyusunan PPHN bisa dilakukan dengan memadukan pendekatan deduktif dan induktif. Pendekatan deduktif diperlukan terutama dalam menyusun prinsip-prinsip direktif yang bersifat ideologis,” katanya.

Tags:

Berita Terkait