Justifikasi Teoritis Pilihan Hukum: Perdebatan Dua Perspektif
Kolom

Justifikasi Teoritis Pilihan Hukum: Perdebatan Dua Perspektif

Dua perspektif teoritis pilihan hukum ini mendasarkan pada sudut pandang kedaulatan negara dan perspektif kedaulatan para pihak.

Bacaan 8 Menit

Kebebasan yang kita kenal melalui istilah prinsip kebebasan berkontrak. Oleh karena itu, perspektif ini melihat pilihan hukum sebagai perpanjangan atau bagian dari prinsip kebebasan berkontrak dalam konteks hukum perdata nasional suatu negara (Frank Vischer 1992; Peter Nygh 1995 & 1998; Mo Zhang 2006; Adrian Briggs 2008; Symeon Symeonides 2014). Berbagai tulisan mengenai pilihan hukum yang ada di Indonesia, tanpa memberikan penjelasan dan alasan yang memuaskan, mengamini pandangan ini.

Tentunya pandangan yang mengaitkan pilihan hukum secara serta-merta pada prinsip kebebasan berkontrak juga tidak lepas dari kritik. Sebab pandangan ini dilihat sebagai menggabungkan dan mencampuradukkan dua bentuk kebebasan, yaitu (i) kebebasan para pihak untuk berkontrak, dengan (ii) kebebasan para pihak untuk memilih hukum yang berlaku untuk kontrak.

Kebebasan yang pertama menyangkut kebebasan para pihak untuk membentuk dan menyepakati kontrak, termasuk menentukan isi dan batasan di dalam kontrak mereka. Ini menyangkut kebebasan kontraktual di tingkat domestik yang diatur dalam hukum materiil suatu negara. Kebebasan ini tunduk pada kaidah-kaidah memaksa dalam lingkup domestik yang tidak dapat disimpangi oleh para pihak dalam kontrak mereka.

Sementara itu, kebebasan memilih hukum yang berlaku untuk kontrak, sebagaimana dimaksud dalam konteks HPI sebagai pilihan hukum, adalah kebebasan para pihak untuk memilih hukum suatu negara yang ketentuan mengenai kebebasan berkontraknya akan mengatur kontrak mereka. Oleh karena itu, pilihan hukum menyangkut penentuan hukum materiil suatu negara yang berlaku untuk hubungan hukum kontraktual para pihak.

Dalam ranah kebebasan berkontrak, kebebasan para pihak untuk membuat kontrak diberikan oleh negara, dan para pihak hanya dapat melaksanakan kebebasan tersebut dalam batas-batas yang diizinkan oleh negara. Pilihan hukum membatalkan gagasan ini karena keberlakuan hukum suatu negara pada suatu kontrak dipilih dan ditentukan oleh para pihak (Ralf Michaels 2013). Akibatnya, pilihan hukum memiliki posisi yang mendahului kebebasan berkontrak dalam tatanan hukum domestik (Alex Mills 2018 & 2020; Jürgen Basedow 2013).

Pilihan hukum dilihat sebagai sebuah kebebasan untuk memilih kebebasan berkontrak yang ada dalam berbagai sistem hukum perdata nasional yang berbeda-beda di tiap negara. Dengan kata lain, pilihan hukum menentukan prinsip kebebasan berkontrak negara mana yang akan berlaku dan diterapkan terhadap hubungan hukum kontraktual para pihak (Ralf Michaels 2013; Alex Mills 2020).

Kritik lain yang ditujukan pada perspektif kedaulatan negara dalam melihat pilihan hukum adalah bahwa prinsip kebebasan berkontrak hanya mengizinkan para pihak untuk menyimpangi aturan-aturan yang diperbolehkan (jus dispositivum) menurut hukum negara yang bersangkutan, tetapi tidak untuk aturan kaidah-kaidah memaksa dari negara tersebut. Kebebasan ini dibatasi oleh ketertiban umum atau kaidah-kaidah memaksa dalam hukum kontrak yang bersifat wajib di ranah domestik.

Tags:

Berita Terkait