Kasus Lagu “Aku Papua”, Ini Ketentuan Menyanyikan Lagu Ciptaan Orang Lain
Utama

Kasus Lagu “Aku Papua”, Ini Ketentuan Menyanyikan Lagu Ciptaan Orang Lain

Agar tidak melanggar hak cipta orang lain, untuk mereproduksi, merekam, mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu milik orang lain, terutama untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin (lisensi) dari pencipta/pemegang hak cipta yakni lisensi dan hak mengumumkan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Penggunaan lagu “Aku Papua” ciptaan mendiang Franky Sahilatua dalam pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX yang diselenggarakan di Papua menimbulkan polemik. Ahli waris mendiang Franky yakni sang istri, Harwatiningrum menuding bahwa penggunaan lagu “Aku Papua” belum memiliki izin penggunaan hak cipta.

Harwatiningrum dikabarkan telah menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kekayaan intelektual kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait kasus ini pada 10 Oktober 2021 lalu.

Dalam laporannya, Harwatiningrum menyampaikan pada tanggal 2 Oktober 2021 telah menyaksikan siaran televisi langsung Pembukaan PON XX Papua di mana lagu "Aku Papua" dinyanyikan oleh Michael Jakarimilena, Nowela Elizabeth Auparay, dan Edo Kondologit. Beliau mengaku hingga saat ini pihak penyelenggara belum meminta izin atas penggunaan lagu tersebut.

Menanggapi laporan yang masuk melalui laman https://pengaduan.dgip.go.id/ tersebut, DJKI tengah melakukan penelusuran dan konfirmasi terhadap pihak-pihak yang terlibat, yaitu pihak ahli waris, penyelenggara PON, publisher lagu “Aku Papua”, hingga Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang menaungi Franky Sahilatua selaku pencipta.

Dalam pemecahan masalah ini, DJKI melalui Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa akan membantu proses mediasi berbagai pihak tersebut. (Baca: Memahami Aturan Main Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik)

“Benar kami sudah menerima aduan yang disampaikan oleh ahli waris Franky Sahilatua dan akan dilakukan kroscek mengenai kebenaran fakta terlebih dulu. Dari fakta yang terkumpul akan kami selidiki secara mendalam apakah ada potensi pelanggaran kekayaan intelektual,” tutur Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Freddy Harris.

Sebagai informasi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, dalam suatu ciptaan terdapat dua hak eksklusif, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral merupakan hak yang melekat abadi pada diri pencipta yang tidak dapat dihapus atau dihilangkan. Hak ini memberikan pencipta kuasa untuk mencantumkan namanya pada ciptaan maupun mengubah ciptaan.

Sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Setiap orang yang dengan tanpa izin melakukan pelanggaran hak ekonomi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar. 

Pada dasarnya, setiap orang yang bermaksud untuk menggunakan suatu ciptaan wajib mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Meski belum dicatatkan di DJKI, hak cipta melekat mutlak kepada pemiliknya.

Untuk itu setiap orang tidak boleh menyanyikan lagu milik orang lain tanpa izin, terutama jika lagu tersebut digunakan untuk sesuatu yang bersifat komersil. Guna menghindari terjadinya pelanggaran hak cipta, maka diperlukan pemahaman yang baik dan benar terkait kekayaan intelektual.

Dalam industri musik, dari sudut perlindungan hak cipta dibedakan antara komposisi musik/lagu (music composition) dan rekaman suara (sound recordings). Komposisi musik terdiri dari musik, termasuk di dalamnya syair/lirik. Komposisi musik dapat berupa sebuah salinan notasi atau sebuah rekaman awal (phonorecord) pada kaset rekaman atau CD. Komposer/pencipta lagu dianggap sebagai pencipta dari sebuah komposisi musik.

Sementara itu, rekaman suara (sound recording) merupakan hasil penyempurnaan dari serangkaian suara-suara baik yang berasal dari musik, suara manusia dan atau suara-suara lainnya. Dianggap sebagai pencipta dari sound recording adalah pelaku/performer (dalam hal pertunjukan) dan atau produser rekaman (record producer) yang telah memproses suara-suara dan menyempurnakannya menjadi sebuah rekaman final.

Dikutip dalam artikel Klinik Hukumonline “Apakah Menyanyikan Ulang Lagu Orang Lain Melanggar Hak Cipta?”, hak cipta pada sebuah rekaman suara tidak dapat disamakan dengan, atau tidak dapat menggantikan hak cipta pada komposisi musiknya yang menjadi dasar rekaman suara tersebut. Dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”), perlindungan hak cipta atas komposisi musik disebut pada Pasal 12 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta, sementara perlindungan hak cipta atas rekaman suara disebut pada Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU Hak Cipta.

Sementara cover version atau cover merupakan hasil reproduksi atau membawakan ulang sebuah lagu yang sebelumnya pernah direkam dan dibawakan penyanyi/artis lain. Tak hanya menyanyikan lagu di sebuah pertunjukan, di era digital banyak orang yang menyanyikan ulang lagu milik orang lain dan dipublikasi lewat media sosial, salah satunya Youtube. Dan tidak sedikit pula, sebuah lagu cover version bahkan menjadi lebih terkenal daripada lagu yang dibawakan oleh penyanyi aslinya. Karenanya, banyak artis baru mencoba peruntungannya dengan membawakan lagu cover version dengan tujuan agar lebih cepat sukses dan terkenal.

Untuk lagu-lagu cover yang diciptakan untuk tujuan komersial tadi, pencantuman nama penyanyi asli saja pada karya cover tentu tidak cukup untuk menghindari tuntutan hukum pemegang hak cipta. Agar tidak melanggar hak cipta orang lain, untuk mereproduksi, merekam, mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu milik orang lain, terutama untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin (lisensi) dari pencipta/pemegang hak cipta yakni lisensi dan hak mengumumkan.

Lisensi atas Hak Mekanikal (mechanical rights), yakni hak untuk menggandakan, mereproduksi (termasuk mengaransemen ulang) dan merekam sebuah komposisi musik/lagu pada CD, kaset rekaman dan media rekam lainnya; dan atau hak Mengumumkan (performing rights), yakni hak untuk mengumumkan sebuah lagu/komposisi musik, termasuk menyanyikan, memainkan, baik berupa rekaman atau dipertunjukkan secara live (langsung), melalui radio dan televisi, termasuk melalui media lain seperti internet, konser live dan layanan-layanan musik terprogram.

Royalti atas mechanical right yang diterima dibayarkan oleh pihak yang mereproduksi atau merekam langsung kepada pemegang hak (biasanya perusahaan penerbit musik (publisher) yang mewakili komposer/pencipta lagu). Sementara pemungutan royalti atas pemberian performing rights pada umumnya dilakukan oleh sebuah lembaga (di Indonesia disebut Lembaga Manajemen Kolektif – LMK) berdasarkan kesepakatan antara pencipta dan lembaga tersebut.

WAMI (Wahana Musik Indonesia) dan YKCI (Yayasan Karya Cipta Indonesia) adalah dua dari beberapa LMK di Indonesia yang saat ini aktif menghimpun dan mendistribusikan royalti dari hasil pemanfaatan performing rights untuk diteruskan kepada komposer/pencipta lagu dan publisher.

Tags:

Berita Terkait