Kebijakan Upah Murah Digulirkan Sistemik
Berita

Kebijakan Upah Murah Digulirkan Sistemik

Buruh kembali berniat memperkarakan UMP 2014 ke PTUN.

ADY
Bacaan 2 Menit
Kebijakan Upah Murah Digulirkan Sistemik
Hukumonline

Serikat pekerja yang tergabung dalam Konsolidasi Nasional Gerakan Buruh (KNGB), menilai pemerintah menggulirkan kebijakan upah murah secara sistemik. Langkah sistematis itu tampak dari dari sejumlah regulasi  pengupahan yang diterbitkan. Terakhir ada Inpres No. 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja, dan Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum.

Said Iqbal, Presiden KSPI sekaligus angota KNGB, berpendapat regulasi itu menjadi payung buat pemerintah untuk mengatur kenaikan upah minimum secara rendah. Said meminta pemerintah meninjau ulang kedua regulasi dimaksud. Jika tidak, Said mengancam akan mengajukan hak uji materi ke Mahkamah Agung.

Unsur serikat pekerja di Dewan Pengupahan Daerah sudah memberikan rekomendasi besaran kebutuhan hidup layak (KHL). Misalnya, di Jakarta, unsur serikat pekerja menyodorkan angka KHL Rp2,7 juta. Namun upah minimum DKI Jakarta ditetapkan sebesar Rp2,4 juta. “Kami menginginkan upah minimum di daerah padat industri menuju upah layak, angka kompromi kami untuk upah minimum 2014 sekitar Rp3 juta,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (20/11).

Untuk itu Iqbal menekankan KNGB bakal terus memperjuangkan upah layak. Jika pemerintah tidak menanggapinya, serikat pekerja sudah siap menggelar mogok kerja daerah pada akhir bulan ini. Sekaligus awal bulan depan KNGB akan melakukan mogok kerja nasional, berbarengan dengan sidang World Trade Organization (WTO) yang berlangsung di Bali. Hal itu ditujukan agar masyarakat internasional mengetahui bahwa pemerintah Indonesia masih menerbitkan kebijakan upah murah. Serta menunjukan bahwa pekerja di Indonesia tidak sepakat dengan WTO. Pasalnya, WTO mengarahkan negara anggotanya, termasuk Indonesia untuk melaksanakan upah murah.

Iqbal berpendapat diterbitkannya Inpres tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dan Permenakertrans tentang Upah Minimum berkaitan dengan arahan WTO. Dari pantauannya hal itu sangat jelas misalnya dalam beberapa kali pembahasan di WTO para negara anggota yang mayoritas terdiri dari pihak pengusaha mengharapkan adanya upah murah. Seperti adanya tenaga kerja fleksibel atau outsourcing, jam kerja yang panjang sehingga mendorong pekerja untuk bekerja lembur jika ingin mendapat upah yang lebih baik. Baginya, kondisi itu yang mendorong pemerintah menerbitkan regulasi yang menekan upah minimum pekerja.

“Kami melihat kebijakan upah murah itu dilakukan secara sistemik, mulai dari penerbitan Inpres dan Permenakertrans. Sehinga kenaikan upah minimum di berbagai daerah diarahkan untuk tidak lebih tinggi dari DKI Jakarta,” urai Iqbal.

Senada, Ketua GSBI, Rudi HB Daman, menyebut pemerintah secara sistemik menerbitkan regulasi yang melanggengkan kebijakan upah murah. Seperti Inpres tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dan Permenakertrans tentang Upah Minimum. Penetapan sejumlah daerah industri sebagai obyek vital. Oleh karenanya pernyataan Presiden SBY di berbagai forum nasional dan internasional yang menyebut Indonesia telah meninggalkan kebijakan upah murah hanya sekedar pencitraan. “Semua Gubernur tunduk pada Inpres dan Permenakertrans itu,” ujarnya.

Tags: