Tujuannya agar ada kepastian hukum.
Kejaksaan Agung (Kejagung) secepatnya akan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) soal kepastian batasan grasi bagi terpidana mati karena selama ini telah menghambat pelaksanaan eksekusi mati Jilid IV. "Nanti minta fatwa ke MA dan Mahkamah Konstitusi agar ada kepastian hukum," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (18/8).
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya menyatakan jangka waktu pengajuan grasi dapat dilakukan kapan saja, dalam putusan uji materi Undang-Undang Nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi (UU Grasi). Uji materi ini menghapus Pasal 7 ayat (2) UU Grasi yang menyatakan, pengajuan grasi dapat dilakukan paling lama satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Menurut Prasetyo, putusan MK tersebut telah menghambat pelaksanaan eksekusi mati, mengingat tidak ada kepastian hukum soal grasi. Akibatnya, terpidana mati dapat mengajukan grasi kapan saja sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. "Harus gantung terus (permohonan grasi), sedangkan terpidana memainkannya dengan mengulur waktu pengajuan grasi," ucapnya.
Pengamat Hukum Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra menjelaskan, tidak ada alasan atau hambatan bagi Kejaksaan Agung untuk tidak melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba. Hal ini mengingat kondisi Indonesia sudah darurat narkoba. "Secara yuridis menurut saya tidak ada alasan atau hambatan untuk tidak dilaksanakan hukuman mati jilid 4," imbuhnya.
Menurut dia, tugas peradilan sudah tuntas sehingga saatnya Kejaksaan Agung mengeksekusi agar tampak kepastian hukum sekaligus sikap dan kewibawaan pemerintah bahwa pemerintah terus melawan serta perang terhadap bisnis narkoba. Ia mengatakan, eksekusi mati dapat dilakukan asalkan telah ada vonis yang berkekuatan hukum tetap, dan terpidana telah menggunakan semua perlindungan hukum, termasuk grasi.