Kejagung Tolak Intervensi Penerima Beasiswa
Berita

Kejagung Tolak Intervensi Penerima Beasiswa

Kejaksaan Agung tidak melihat adanya syarat yuridis yang dapat dipenuhi oleh pemohon intervensi.

IHW
Bacaan 2 Menit
Kejagung Tolak Intervensi Penerima Beasiswa
Hukumonline

 

Lebih jauh Dachamer menjelaskan, gugatan yang diajukannya tidak mempermasalahkan perbuatan para tergugat yang berupa penggunaan uang yayasan untuk pemberian beasiswa. Pemberian beasiswa itu bukan perbuatan melawan hukum. Kami pun memiliki keinginan agar kegiatan penyaluran beasiswa oleh tergugat II (Yayasan Supersemar, red), dapat terus dilakukan.

 

Atas alasan yang telah dikemukakannya, maka Dachmer memohon agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, dalam putusan selanya menyatakan permohonan intervensi tidak memenuhi syarat hukum. Dan menyatakan permohonan intervensi tidak dapat diterima, tandasnya.

 

Jika Kejagung menolak intervensi, maka kuasa hukum Soeharto  dan Yayasan Supersemar  berpendapat lain. Dalam tanggapannya yang dibacakan oleh Wimboyono Seno Adji, pihak tergugat malah mendukung permohonan intervensi. Kami berharap agar majelis hakim dapat mengabulkan permohonan intervensi, kata Wimboyono.

 

Wimboyono berpendapat, KMA-PBS adalah pihak yang memiliki kepentingan dalam perkara ini. Lebih jauh ia menyebutkan, kepentingan hukum KMA-PBS adalah sebagai penerima beasiswa dari Yayasan Supersemar. Seperti disebutkan oleh pemohon intervensi, bahwa setiap alumni dan penerima beasiswa pasti tergabung di dalam KMA-PBS, ungkapnya. Walhasil, Wimboyono menilai keberadaan pemohon intervensi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi tergugat Yayasan Supersemar.

 

Di sisi lain, lanjut Wimboyono, sebagian besar para penerima beasiswa telah menyelesaikan studinya berkat bantuan beasiswa yang dikucurkan oleh tergugat II. Karenanya, tergugat II dapat dikatakan sebagai mitra pemerintah di dalam mencerdaskan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945.

 

Sementara, Munir Fuady, kuasa hukum KMA-PBS, di luar persidangan mengaku menyesalkan sempitnya penafsiran JPN atas permohonan intervensi. Sebenarnya kita masuk kedalam perkara ini, hanya untuk melihat kepentingan kita. Sayang, pihak penggugat tampaknya memandang sempit kepentingan kita, terang Munir.

 

Lebih jauh Munir menjelaskan, jika gugatan penggugat dalam perkara ini dikabulkan hakim, maka seluruh aset yayasan akan disita oleh penggugat. Jika hal itu terjadi. Maka amanat pembentukan yayasan dalam membantu siswa berprestasi untuk menyelesaikan studinya menjadi terbengkalai. Itu lah kepentingan utama kami, pungkasnya.

 

Seperti diwartakan sebelumnya, Soeharto dan Yayasan Supersemar digugat oleh pemerintah karena dianggap secara melawan hukum menyalahgunakan dana yang dihimpun dari sejumlah bank milik pemerintah, yang sedianya disalurkan dalam bentuk beasiswa kepada mahasiswa dan pelajar yang dinilai berprestasi tapi tidak cukup beruntung dalam masalah finansial.

 

Kejaksaan mencatat, dalam kurun waktu 1982 hingga 2003, paling tidak terdapat 7 aliran dana yang tidak semestinya. Total dana beasiswa yang diselewengkan mencapai AS$420 juta dan Rp185,9 miliar. Persidangan akan dilanjutkan pada Kamis (4/10) dengan agenda pembacaan putusan sela untuk memutuskan diterima atau tidaknya permohonan intervensi.

Sidang perkara gugatan perdata Kejaksaan Agung (Kejagung) melawan Soeharto dan Yayasan Supersemar terus bergulir. Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (1/10), kedua belah pihak yang berperkara mengajukan tanggapan atas permohonan intervensi yang diajukan oleh Keluarga Mahasiswa Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS).

 

Terhadap permohonan intervensi, pihak Kejagung dengan tegas menyatakan penolakannya. Dachamer Munthe, Koordinator tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) menyatakan, adanya hubungan emosional antara Yayasan Supersemar dengan KMA-PBS tidak bisa dijadikan sebagai alasan permohonan intervensi. Hubungan emosional bukanlah alasan yuridis untuk mengajukan permohonan intervensi, kata Dachamer.

 

Selain itu, Dachamer menilai gugatan intervensi yang diajukan para alumni dan penerima beasiswa supersemar ini terlalu dini alias prematur untuk diajukan. Salah satu bentuk prematur adalah ketika pemohon intervensi merasa keberatan dengan tahap eksekusi dalam perkara ini. Kekhawatiran Itu terlalu dini, prematur, Dachmer menambahkan.

 

Untuk itu Dachamer menyarankan, jika pemohon intervensi mengkhawatirkan mengenai tersendatnya aliran dana beasiswa pada tahap eksekusi, agar mengajukan perlawanan atas putusan pengadilan. Pada tahap eksekusi KMA-PBS dapat mengajukan perlawanan jika kepentingan mereka dalam hal ini dirugikan. Hal ini dimungkinkan dengan ketentuan Pasal 195 Ayat (6) dan Pasal 207 HIR, jelasnya.

Tags: