Kemenkeu Lakukan Penyesuaian Tarif Pungutan Ekspor Produk Kelapa Sawit
Berita

Kemenkeu Lakukan Penyesuaian Tarif Pungutan Ekspor Produk Kelapa Sawit

Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi produk kelapa sawit juga terus dilakukan, baik untuk sektor industri dengan mendorong perkembangan industri oleokimia, maupun pada skala kecil di tingkat petani melalui dukungan pembentukan Pabrik Kelapa Sawit Mini yang dikelola oleh Koperasi/Gabungan Kelompok Tani.

Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. Upaya ini dilakukan dengan mengalokasikan Dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit untuk 180.000 hektar lahan per tahun.\ Besarnya target luasan lahan yang diremajakan tersebut diikuti dengan kenaikan alokasi dana untuk\ tiap hektar lahan yang ditetapkan, yaitu Rp30.000.000/Ha atau naik Rp5.000.000/Ha dari sebelumnya sebesar Rp25.000.000/Ha.

Peningkatan kesejahteraan petani juga diupayakan dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), melalui pemberian beasiswa bagi anak-anak dan keluarga petani kelapa sawit, serta pelatihan bagi petani dan masyarakat umum. Program pengembangan SDM yang diberikan terutama terkait program pengembangan Good Agricultural Practice (GAP) dan penunjang keberlanjutan (sustainability) usaha/industri sawit.

Selain itu Eddy juga menjelaskan bahwa penambahan dana yang dikelola BPDPKS akibat penyesuaian tarif Pungutan ekspor merupakan momentum bagi peningkatan layanan BPDPKS. Layanan-layanan tersebut yaitu peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan Program Pengembangan SDM, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan Sawit Rakyat, Sarana dan Prasarana, Promosi, dan Insentif Biodiesel, dengan tetap menjaga akuntabilitas serta tranparansi pengelolaan dan penyaluran dana perkebunan kelapa sawit.

“Semua pihak diharapkan terus mendukung kebijakan pemerintah karena pemerintah menyadari bahwa semua kebijakan terkait kelapa sawit tujuan akhirnya adalah sustainability kelapa sawit mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional” tutupnya.

Sementara itu di sisi lain, pemerintah berupaya membenahi tata kelola perkebunan sawit agar berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan yakni menerbitkan Inpres No.8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Tapi sayangnya kalangan organisasi masyarakat sipil menilai beleid yang terbit 2 tahun silam ini belum membuahkan hasil sesuai harapan.

Direktur Eksekutif Sawit Watch, Inda Fatinaware, mengatakan pemerintah harus “tancap gas” membereskan pelaksanaan Inpres tersebut, sehingga bisa membenahi tata kelola sawit. Misalnya, menuntaskan berbagai konflik yang terjadi di perkebunan sawit. Inda menyebut pandemi Covid-19 berpotensi menimbulkan dampak terhadap implementasi kebijakan moratorium sawit yang akan berakhir September 2021 itu.

Tags:

Berita Terkait