Keren! Inilah 9 Organisasi Pemberi Bantuan Hukum dengan Akreditasi Terbaik
Utama

Keren! Inilah 9 Organisasi Pemberi Bantuan Hukum dengan Akreditasi Terbaik

Untuk memperoleh akreditasi terbaik, kesungguhan pengelolaan bantuan hukum jadi syarat mutlak. Ditinjau ulang sekali dalam tiga tahun.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ruangan pelayanan hukum LBH Bhakti Keadilan Wajo. Foto: Istimewa
Ruangan pelayanan hukum LBH Bhakti Keadilan Wajo. Foto: Istimewa

Pemerintah menyediakan dana bantuan hukum bagi warga miskin yang akan disalurkan lewat organisasi-organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH). Mekanismenya, PBH membantu warga miskin menghadapi masalah hukum mereka, dan biaya yang dikeluarkan PBH ditagih (reimburse) ke Badan Pembinaan Hukum Nasional. Hanya PBH yang terakreditasi yang berhak mendapatkan dana bantuan hukum dari APBN tersebut.

Selama ini, ada tiga kategori PBH yang lolos verifikasi dan akreditasi. Yang terbaik adalah kategori A, disusul kategori B, dan kategori C. Kementerian Hukum dan HAM, dalam hal ini Badan Pembinaan Hukum Nasional, telah membuat kriteria atau persyaratan yang harus dipenuhi PBH untuk mendapatkan akreditasi A. Contohnya, jumlah kasus litigasi yang ditangani terkait dengan orang miskin paling sedikit 60 kasus per tahun; serta memiliki advokat dan paralegal masing-masing minimal 10 orang.

Lalu, PBH mana saja yang mendapat predikat akreditasi terbaik? Berdasarkan penelusuran hukumonline, ada 9 PBH yang mendapatkan akreditasi A. Akreditasi suatu PBH dapat saja berubah, misalnya naik dari B ke C; atau sebaliknya turun dari A ke B. BPHN melakukan evaluasi setiap tiga tahun sekali. Hasil akreditasi mengalami dinamika.

(Baca juga: Pemerintah Sediakan Rp53 Miliar untuk Bantuan Hukum Masyarakat Marginal 2019-2021).

Inilah daftar kesembilan PBH dimaksud. Urutan ini bukan menunjukkan urutan yang terbaik.

  1. Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Bhakti Alumni UNIB

Bertempat di aula Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bengkulu, dilakukan penandatanganan kontrak addendum bantuan hukum tahun 2019. Hadir dalam pertemuan 14 November 2019 itu, 10 orang pimpinan organisasi bantuan hukum yang ikut meneken kontrak tambahan. Kesepuluh organisasi bantuan hukum itulah adalah Perkumpulan LBH Bhakti Alumni UNIB, LBH Bhakti Unib cabang Curup, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Perkumpulan LBH Bintang Keadilan, Yayasan Cahaya Perempuan Bengkulu, Yayasan Pusat Pendidikan untuk Perempuan dan Anak, Perkumpulan LBH Bhakti Alumni UNIB Cabang Kabupaten Bengkulu Selatan, LBH Rejang Lebong, LBH Respublica, dan Pusat Konsultasi Bantuan Hukum Aisyiah.

Dari 10 organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH) itu, hanya Perkumpulan LBH Bhakti Alumni UNIB yang memperoleh akreditasi A dalam proses akreditasi oleh BPHN periode 2019-2021. Lembaga ini, sesuai dengan namanya, dibentuk sebagai wujud kepedulian alumnus Universitas Bengkulu. Direktur LBH Bhakti Alumni Unib, Husni Tamrin, pernah menjelaskan kepada hukumonline, kehadiran PBH sangat penting untuk membantu warga miskin di Bengkulu. Jumlah advokat dan organisasi PBH belum memadai dan merata di seluruh wilayah Bengkulu. Karena itu ia berharap Pemerintah membuak akses bantuan hukum seluas-luasnya.

(Baca juga: Begini Sebaran Organisasi Pemberi Bantuan Hukum di Indonesia 2019-2021).

  1. LBH Mawar Saron Jakarta

Berlokasi di Jakarta, LBH Mawar Saron salah satu PBH yang dikenal luas menangani sejumlah perkara yang melibatkan warga miskin. Salah satunya pembelaan nenek Rasminah yang dituduh mencuri piring. Kasus Rasminah ini menarik perhatian publik karena ia sempat ditahan dan dihukum Mahkamah Agung 4 bulan 10 hari.

LBH ini juga baru saja menerima anugerah sebagai mitra klinik hukumonline dengan kontribusi terbanyak pada 2019. Beberapa pengacaranya ikut memberikan jawaban konsultasi hukum yang dikelola klinik hukumonline.

LBH Mawar Saron didirikan advokat senior Hotma PD Sitompoel. Dijelaskan pada laman lembaga ini, LBH Mawar Saron merupakan jawaban dari segala kegundahan Hotma selama menjalankan profesi advokat. Didirikan pada Juli 2002, LBH Mawar Saron memulai misi layanan bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin. Awalnya para advokat dan paralegal LBH ini melayani klien di ruangan berukuran 6 x 6 meter di dalam area Gereja Mawar Saron Kelapa Gading. Sekarang, LBH Mawar Saron telah berkembang dan memiliki gedung sendiri di kawasan Sunter Jakarta Utara. Perkembangannya bukan hanya ada di Jakarta, karena kini sudah berdiri LBH Mawar Saron Semarang, Batam dan Surakarta.

  1. Perkumpulan LBH Perisai Kebenaran Purwokerto.

Dua kali mendapat predikat A dari BPHN sebelumnya, Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Perisai Kebenaran terus memperbaiki layanan yang diberikan. Tidak mengherankan pada penilaian 2019, LBH Kebenaran kembali mendapat predikat A. Diwawancarai hukumonline pada 23 Februari lalu, Ketua Umum Perkumpulan LBH Perisai Kebenaran, H. Sugeng, bercerita panjang lebar tentang 4 tertib dan 5 karakter yang mengikat para advokat dan paralegal yang bekerja di LBH yang berdiri pada 14 Mei 2003 ini. Setidaknya, para advokat dan paralegal harus tertib administrasi, tertib personalia, tertib keuangan, dan tertib inventarisasi.

LBH Perisai Kebenaran berdomisili di Kranji, Purwokerto Timur, Jawa Tengah. Jauh sebelum UU Bantuan Hukum lahir, LBH Kebenaran sudah menjalankan praktek advokasi masyarakat miskin. Sugeng bercerita awalnya pendampingan dilakukan terhadap buruh migran yang menghadapi masalah trafficking, termasuk mengadvokasi buruh Indonesia yang tersangkut masalah hukum di Singapura dan Arab Saudi. Kini, LBH Perisai Kebenaran sudah berkembang: ada beberapa koordinator wilayah; pekerjaan advokasi dijalankan sekitar 103 advokat dan puluhan paralegal. “Kami sudah menggunakan paralegal sejak 2003,” ujar Sugeng kepada hukumonline.

Kunci keberhasilan memperoleh akreditasi A, menurut Sugeng, tidak lepas dari komitmen para pengurus PBH. Para pengelola PBH harus bersungguh-sungguh menjalankan pelayanan bantuan hukum. “Kita harus sungguh-sungguh karena pemberian bantuan hukum kepada warga miskin itu amanat negara. Program ini bukan sekadar kuantitas, tetapi juga kualitas pelayanan. Kalau kualitas pelayanan (bantuan hukum) jelek, mana ada pencari keadilan yang trust,” ujarnya. “Standar layanan bantuan hukum harus berkualitas,” sambungnya.  

  1. LPKBHI Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo, Semarang

Dari lingkungan kampus, ada juga PBH yang mendapatkan akreditasi A, yakni Lembaga Penyuluhan, Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam (LPKBHI) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo, Semarang. Dikutip dari laman Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisong, LPKHBI adalah lembaga independen yang memberikan layanan penyuluhan dan konsultasi hukum Islam serta melakukan pembelaan di semua lingkungan peradilan. LPKBHI didukung oleh para pakar hukum Islam dan sejumlah advokat profesional yang tergabung dalam Asosiasi Pengacara Syariah Indonsia (APSI). LPKBHI beralamat di Jl. Prof. Hamka, Ngaliyan Semarang.

LPKBHI berdiri pada 2 September 1999, jauh sebelum UU Bantuan Hukum lahir. Lembaga ini didirikan oleh Fakultas Syariah dan pengurus alumninya sebagai bentuk darma perguruan tinggi, yakni pengabdian masyarakat. Direktur LPKBHI UIN Walisongo Semarang, Achmad Arief Budiman, menjelaskan kepada hukumonline, lembaga yang dia pimpin memiliki 23 advokat dan 11 paralegal sesuai surat penunjukan. Perkara yang paling banyak ditangani adalah perceraian. Perceraian adalah salah satu masalah yang banyak dihadapi warga tidak mampu.

Bukan berarti LPKBHI tidak menangani perkara lain. Hanya perkara di peradilan militer yang selama ini belum ditangani para pengacara LPKBHI. “Ada pula advokasi pada bidang perdata umum dan pidana,” jelasnya kepada hukumonline, Kamis (27/2).

  1. Perkumpulan Pendampingan Perempuan dan Anak Bina Annisa, Mojokerto

Hadir selama dua hari penuh dalam acara konsultasi publik dua Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan HAM di Surabaya, Selasa-Rabu (25-26/2), Hamidah memanfaatkan momentum itu untuk mengikuti perkembangan regulasi bantuan hukum. Termasuk pandangan yang berkembang mengenai paralegal. Sebab, sebagai Direktur Lembaga Perkumpulan Pendampingan Perempuan dan Anak Bina Annisa, Hamidah banyak mengandalkan paralegal dalam membantu kerja-kerja advokasi di wilayah Jawa Timur.

Hamidah bercerita kepada hukumonline, gagasan pendirian organisasi pemberi bantuan hukum ini bermula dari keprihatinan atas masalah-masalah hukum dihadapi warga di Mojokerto, Jawa Timur. Sebagai advokat yang pernah menjadi aktivis LBH Surabaya, Hamidah merasa tergerak untuk memberikan bantuan hukum terutama kepada perempuan dan anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Bersama dua orang rekannya, jadilah Hamidah mendirikan dan mengelola Perkumpulan Pendampingan Perempuan dan Anak Bina Annisa.

Setiap tahun, organisasi pemberi bantuan hukum ini menerima dan mengelola ratusan perkara. Kasusnya beragam, mulai dari masalah keluarga, hingga narkotika. Ia juga sependapat, komitmen dan kesungguhan mengelola PBH adalah kunci mendapatkan kepercayaan baik dari klien maupun dari BPHN. Hamidah justru berharap pemberian bantuan hukum kepada warga miskin tidak sekadar memberi bantuan; perlu ada efek bergandanya. Orang yang dibantu tidak sekadar dibantu, tetapi juga dipersiapkan untuk memahami masalah-masalah hukum sehingga pengetahuan yang klien peroleh selama pendampingan dapat ditularkan. Minimal, warga miskin memahami aspek-aspek hukum kasus mereka dengan baik. Inilah yang disebut Hamidah sebagai pemberdayaan warga miskin yang mendapatkan bantuan hukum pro bono.

Hamidah juga berpandangan bahwa kerjasama PBH dengan para pemangku kepentingan sangat penting. Bina Annnisa, misalnya, sudah beberapa kali bekerja sama dengan Lapas kelas IIB Mojokerto untuk memberikan penyuluhan hukum kepada warga binaan. Demikian pula dengan pemda untuk membangun kelurahan sadar hukum. Dengan 20-an advokat dan puluhan paralegal, PBH Bina Annisa menatap masa depan pemberian bantuan hukum yang lebih luas. Akreditasi A memberikan motivasi besar untuk memberikan pelayanan bantuan hukum yang lebih baik.

Hukumonline.com

Keterangan: Direktur Bina Annisa, Hamidah (nomor tiga dari kanan), berfoto bersama pejabat BPHN dan pengelola bantuan hukum.

  1. Posbakumadin Pengadilan Agama Bima

Berkantor di kompleks perumahan BTN Penatoi, Posbakumadin ini awalnya banyak menangani perkara di pengadilan sehingga lebih dikenal sebagai Posbakumadin Pengadilan Agama Bima. Tetapi kini perkara yang ditangani bukan hanya urusan perceraian atau waris, melainkan perkara pidana seperti penganiayaan, kasus anak yang berhadapan dengan hukum, dan narkoba. “Awalnya memang banyak menangani perkara di Pengadilan Agama Bima,” kata Sri Mulyani, Ketua Posbakumadin PA Bima kepada hukumonline. Perubahan nama lembaga sedang dalam proses. Namun lembaga ini merupakan bagian dari Posbakumadin yang berpusat di Jakarta.

Posbakumadin PA Bima dibentuk pada 2014 dan langsung mendapatkan akreditasi A dari BPHN. Pada penilaian 2019, akreditasi yang sama diperoleh. Kunci keberhasilan mendapatkan predikat terbaik itu, kata Sri, adalah memenuhi panduan yang sudah ditentukan BPHN. Di Posbakumadin ada seratusan perkara yang harus ditangani setahun, dan tidak semuanya ditangani menggunakan alokasi dana bantuan hukum dari APBN. “Kita banyak melakukan pendampingan perkara warga miskin secara gratis, dan tidak dibayar oleh negara. Kita melakukan pendampingan warga miskin dengan sungguh-sungguh,” jelasnya.

Posbakumadin PA Bima memiliki 13 pendamping yang sudah berstatus advokat, ditambah belasan paralegal. Ia juga menilai keberadaan paralegal sangat bermanfaat membantu kerja-kerja advokat. Aktivitas bantuan hukum bukan hanya di lapangan litigasi, tetapi juga non-litigasi. “Misalnya melakukan penyuluhan hukum ke desa-desa bersama pemangku kepentingan lain,” ujarnya.

  1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Bhakti Keadilan, Wajo

Inilah satu-satunya PBH terakreditasi A dari seluruh provinsi di Sulawesi. Menariknya, LBH Bhakti Keadilan tidak berdomisili di ibukota provinsi seperti Makassar, melainkan di Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan. Predikat terbaik sudah dua kali diraih LBH ini, bahkan sejak pertama kali ikut verifikasi dan akreditasi oleh BPHN.

LBH ini sudah berdiri sebelum mekanisme bantuan hukum UU No. 16 Tahun 2011 diberlakukan. Bakri Remmang, Ketua LBH Bhakti Keadilan, bercerita pengabdian para advokat dan paralegal LBH Bhakti Keadilan bermula dari kolong rumah yang sangat sederhana. Hanya beberapa meja dan kursi yang tersedia untuk melayani para pencari keadilan. Tetapi komitmen dan kesungguhan memberikan bantuan hukum kepada warga miskin membuat LBH ini terus berkembang. Kolong rumah tadi direnovasi dan diperbaiki hingga menjadi kantor yang bersih dan nyaman.

Awalnya, Bakri Remmang mendirikan Kantor Advokat dan Bantuan Hukum Bhakti Keadilan. Sejak ada program bantuan hukum BPHN, lembaga ini bersalin rupa menjadi Yayasan LBH Bhakti Keadilan, dan status badan hukum Yayasan diperoleh dari Kementerian Hukum dan HAM. Yayasan LBH Bhakti Keadilan kini memiliki 11 kantor  pelayanan bantuan hukum di Sulawesi Selatan. Kantor pusatnya tetap di Sengkang. Selain itu ada 8 kantor pelayanan hukum di luar Sulawesi Selatan, termasuk satu di Lhokseumawe, Aceh.

Untuk memperkuat pemberian bantuan hukum, Bakri memanfaatkan jaringan advokat di Perhimpunan Advokat Republik Indonesia. Para advokat yang tergabung di organisasi ini menjadikan PBH sebagai tempat pengabdian. Ia percaya bahwa setiap PBH mempunyai kesempatan untuk memperoleh akreditasi A. Dengan memperoleh akreditasi terbaik itu, LBH Bhakti Keadilan mendapatkan apresiasi dari pemangku kepentingan dan jangkauan bantuan hukum yang diberikan semakin luas. “Menjaga nama baik lembaga (yang memberi pelayanan hukum) itu penting,” ujarnya kepada hukumonline.

  1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Sejahtera, Palembang

Jejak digital kunjungan anggota Komisi III DPR ke ruangan Posbakum LBH Sejahtera di kompleks Pengadilan Negeri Palembang, Juli 2015 silam masih bisa dilacak. Pada kunjungan itu, Ketua Komisi III DPR, Azis Syamsudin, mengapresiasi kerja-kerja bantuan hukum yang diberikan para advokat yang terhimpun dalam LBH Sejahtera.

LBH Sejahtera merupaka salah satu dari dua PBH yang mendapatkan akreditasi A dari BPHN. Yayasan LBH Sejahtera berkantor di Palembang memberikan bantuan hukum kepada warga miskin yang membutuhkan. Menurut Fahmi, salah seorang advokat yang bekerja di LBH ini, ribuan warga miskin sudah dibantu sejak Yayasan LBH Sejahtera berdiri. Pada awalnya LBH Sejahtera mendapatkan akreditasi B, tetapi akhirnya pada penilaian terakhir diperoleh akreditasi A. Menurut Fahmi, akreditasi A itu memberikan dorongan lebih kuat untuk membantu warga tidak mampu sebanyak mungkin. “Tidak hanya fokus pidana, perdata juga,” jelasnya kepada hukumonline.

  1. Posbakumadin Jakarta Utara

Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia –disingkat Posbukumadin-- Jakarta Utara merupakan satu dari sembilan organisasi pemberi bantuan hukum yang mendapat akreditasi terbaik dari BPHN pada penilaian periode 2019-2021. PBH ini didirikan pada awalnya dalam konteks memenuhi amanat Pasal 57 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa di setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum. Pengesahan Posbakumadin didasarkan pada SK Menteri Hukum dan HAM yang terbit pada 2011. Posbakumadin memiliki banyak cabang atau kantor layanan hukum, tersebar di seluruh Indonesia. Posbakumadin Jakarta Utara tercatat melakukan kegiatan penyuluhan hukum gratis bagi warga yang tidak mampu di wilayah Jakarta Utara.

Tags:

Berita Terkait