Besaran juga dapat ditetapkan melalui pengadilan. Berdasarkan praktik di peradilan selama ini, ada beberapa yurisprudensi yang menjelaskan simpang siur pembayaran ganti rugi. Berdasarkan yurisprudensi No 550 K/Sip/1979 tertanggal 8 Mei 1980, petitum ganti rugi harus dinyatakan tidak dapat diterima kalau tidak ada rincian kerugian-kerugian yang diderita. Padahal berdasarkan pasal 1265 KUH Perdata, kerugian itu tak perlu rincian.
Dengan demikian, kerugian immateriil juga bisa dituntut. Putusan Mahkamah Agung No. 196 K/Sip/1974 malah menegaskan besaran ganti rugi perbuatan melawan hukum bisa didasarkan pada kedudukan sosial ekonomi kedua belah pihak. Putusan Mahkamah Agung No. 1226 K/Sip/1977 menegaskan besaran ganti rugi pada hakikatnya lebih merupakan kelayakan dan kepatutan yang tidak dapat didekati dengan suatu ukuran.