Keterangan Saksi Atheis di Persidangan
Terbaru

Keterangan Saksi Atheis di Persidangan

Tidak menjadi halangan bagi seseorang untuk menjadi saksi meskipun dia atheis.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Keterangan Saksi Atheis di Persidangan
Hukumonline

Keterangan saksi dan keterangan ahli memiliki daya ikat bagi hakim sebagai rujukan dalam memeriksa perkara yang ditangani.  Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.

Seseorang yang telah diminta menjadi saksi tetapi menolak kewajiban itu, ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Hal tersebut juga berlaku dengan ahli. 

Lalu, bagaimana dengan seseorang yang tidak mempunyai agama atau atheis dalam bersaksi? Tidak menjadi halangan bagi seseorang untuk menjadi saksi meskipun ia atheis. Kesaksian dari keterangan saksi atheis di persidangan telah dilakukan dan pengadilan menerima keterangan saksi tersebut sebagai bukti kesaksian dan bukan hanya sebagai keterangan tambahan.

Baca Juga:

Pasal 168 KUHAP menjelaskan, ada orang-orang yang tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi, apabila:

1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

2.  Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.

3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

Kewajiban seorang saksi dalam pemberian keterangannya salah satunya adalah dengan mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.

Mengenai bentuk atau tata cara bersumpah atau berjanji, saksi yang mempunyai agama berdasarkan buku terbitan Mahkamah Agung Republik Indonesia, yaitu Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, mengatur hal berikut:

1. Saksi yang beragama Islam mengucapkan, Wallahi atau demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya.

2.  Saksi yang beragama Kristen Protestan dan Katolik mengucapkan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya.

3. Saksi yang beragama Hindu mengucapkan, Om atah parama wisesa, saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya.

4. Saksi yang beragama Budha mengucapkan, Dami sang hyang adi budha, saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya.

5. Dalam hal ada saski yang karena kepercayaannya tidak tersedia mengucapkan sumpah, maka yang bersangkutan cukup mengucapkan janji yaitu, saya berjanji bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya.

Pelafalan sumpah atau janji bagi yang memiliki agama dan atheis memang memiliki perbedaan, tetapi dapat disimpulkan bahwa pelafalan sumpah atau janji agama hampir sama, yaitu harus menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya.

Selama seorang saksi mau berjanji untuk mengatakan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya, baik sumpah dan janji mempunyai kedudukan yang sama. Jika sumpah atau janji dilanggar, orang yang bersangkutan akan terkena pidana sumpah palsu atau janji bohong.

Jadi, keterangan saksi atheis di persidangan dapat diterima sebagai bukti kesaksian dan bukan hanya sebagai pemberi informasi tambahan.

Tags:

Berita Terkait