Ketua Dewan Pers: Pengabdian Pers untuk Kepentingan Publik
Hari Pers Nasional:

Ketua Dewan Pers: Pengabdian Pers untuk Kepentingan Publik

Bergiat membangun pers Tanah Air yang profesional untuk membangun bangsa.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Yosep Adi Prasetyo (Ketua Dewan Pers 2016-2019). Ilustrasi foto: HGW
Yosep Adi Prasetyo (Ketua Dewan Pers 2016-2019). Ilustrasi foto: HGW

Yosep Adi Prasetyo atau akrab disapa Stanley mengawali karier profesional sebagai wartawan pada tahun 1990 di majalah  berita bergambar Jakarta-Jakarta. Semangat aktivis pergerakan yang ditekuninya sejak menjadi mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan  Elektro Universitas Kristen  Satya  Wacana, Salatiga, turut mempengaruhi pilihan hidupnya menjadi jurnalis. Alih-alih berkarier sebagai insinyur, perhatiannya pada berbagai isu sosial membawanya menekuni dunia pers. Namun bukan sekadar pekerja pers, Stanley ikut aktif membangun pers Indonesia mulai dari ikut serta mendirikan Aliansi Jurnalis Independen hingga kini dipercaya menjabat Ketua Dewan Pers periode 2016-2019.

 

Keaktifannya dalam berbagai penguatan masyarakat sipil membuat Stanley tidak hanya tecatat sebagai tokoh pers namun juga tokoh pegiat demokrasi Indonesia. Tidak heran jika posisi komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia periode 2007-2012 pernah dipercayakan kepadanya. Stanley memang tak menekuni lebih jauh bidang engineering, namun faktanya ia telah menjadi sosok yang terlibat dalam berbagai social engineering di Indonesia khususnya permasalahan hak asasi manusia. Wawasannya tentang hukum pun tak bisa dipandang sebelah mata. Stanley tercatat menjadi pendiri Perkumpulan Bantuan Hukum Indonesia serta memiliki izin sebagai mediator HAM dari University of Oslo dan mediator independen dari Mahkamah Agung.

 

(Baca juga: Beragam Tantangan Menjadi Mediator di Usia Muda)

 

Sebagai salah satu media hukum di dunia pers tanah air, hukumonline ikut menyambut Hari Pers Nasional 2019 dengan mendiskusikan sejumlah tema bersama Stanley, Kamis (31/1) lalu. Pers, politik nasional, dan hukum menjadi bagian dari perbincangan singkat di ruang kerjanya pagi itu.  Berikut petikan wawancara yang berlangsung di Gedung Dewan Pers kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

 

Bagaimana sejarah Hari Pers Nasional di Indonesia dimulai?

Hari Pers Nasional ditetapkan di masa Presiden Soeharto pada tahun 1985. Itu hari saat para wartawan berkumpul usai Indonesia merdeka dan membuat deklarasi bahwa pers Indonesia adalah bagian dari pers perjuangan mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia—red). Itu deklarasi pertama dari berbagai kelompok wartawan yang berkumpul.

 

Hari berikutnya setelah deklarasi, mereka bersepakat meleburkan diri menjadi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Orang yang tidak mengerti sejarah menjelaskan ini sebagai hari lahirnya PWI. Profesor Bagir Manan (Ketua Dewan Pers periode sebelumnya-red.) mengakui dalam suatu diskusi di Dewan Pers bahwa yang dimaksud Hari Pers Nasional adalah momen deklarasi tersebut, bukan hari lahirnya PWI. Cuma, pengelolaan Hari Pers Nasional selama ini memang dilakukan oleh PWI. Organisasi profesi wartawan lainnya sudah beberapa kali minta diubah tanggalnya, mencari pilihan hari lainnya dengan mengundang sejarawan.

 

Usulan para tokoh pers terakhir kali meminta tanggalnya tidak diubah, hanya dilakukan revitalisasi pengelolaan penyelenggaraan Hari Pers Nasional dengan melibatkan organisasi profesi wartawan selain PWI. Dibuat panitia bersama. Sayangnya Dewan Pers belum berhasil menjembatani perbedaan pendapat di antara organisasi profesi wartawan ini. Kami harus mendengar seluruh pihak terutama para senior wartawan. Hingga tahun ini Hari Pers Nasional masih dilaksanakan pada tanggal 9 Februari.

 

Apa makna Hari Pers Nasional 2019 bagi pers Indonesia?

Tema tahun ini adalah ‘Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital’. Jadi pers ikut mendorong ekonomi kerakyatan berbasis digital. Menurut saya ini bagus karena kita sedang mengalami disorientasi dengan media massa online yang jumlahnya sekira 47.000. Itu perhitungan Dewan Pers berdasarkan data yang kami kumpulkan selama hampir enam tahun ini berkeliling Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait