Ketua MA: Sisa Perkara 2019 Terendah Sepanjang Sejarah
Utama

Ketua MA: Sisa Perkara 2019 Terendah Sepanjang Sejarah

Karena implementasi/penerapan sistem kamar dan penyederhanaan format putusan kasasi dan PK, sehingga mempercepat proses penanganan perkara di MA. Presiden Jokowi mengapresiasi kinerja MA di bawah kepemimpinan Hatta Ali, yang telah melakukan reformasi besar-besaran dalam dunia peradilan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama, kata Hatta, juga berperan penting dalam mendukung berbagai kesuksesan yang dicapai MA. “Untuk itu, modernisasi secara berlanjut kedua tingkat peradilan itu melalui berbagai perangkat kebijakan terus dilakukan untuk penyempurnaan manajemen perkara yang bermuara pada MA,” kata dia.

 

Seperti diketahui, dalam Laptah MA Tahun 2018, beban perkara yang diterima MA tahun 2018 totalnya sebanyak 18.544 perkara. Rinciannya, perkara yang masuk 17.156 perkara dan perkara sisa tahun 2017 sebanyak 1.388 perkara. MA berhasil memutus 17.638 perkara, sehingga sisa perkara tahun 2018 sebanyak 906 perkara. Berarti rasio produktivitas MA dalam memutus perkara tahun 2018 mencapai 95,11 persen, ini lebih tinggi dari Indikator Kinerja Utama (IKU) yang ditetapkan sebesar 70 persen. Baca Juga: Ketua MA: Penanganan Perkara Catat Rekor, Semua Target Terlampaui

 

Modernisasi peradilan

Dalam kesempatan ini, Hatta pun mengungkapkan modernisasi peradilan yang sedang dilakukan MA merupakan lompatan besar, seperti e-court yang diberlakukan sejak tahun 2018 dan gebrakan tersebut berlanjut di tahun 2019 melalui penerapan sidang elektronik (e-litigasi) yang dituangkan dalam Perma No.1 Tahun 2019.

 

“Kebijakan ini telah mendesain ulang praktik peradilan di Indonesia dari sistem konvensional menjadi sistem yang setara dengan praktek peradilan modern yang telah diterapkan oleh negara-negara yang dikenal maju dari sisi teknologi.”

 

Ia menjelaskan modernisasi melalui e-court dan e-litigation merupakan kontribusi lembaga peradilan untuk menjalankan mandat dalam rangka mendukung kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia. “Kebijakan ini mendapat sambutan antusias dari para pencari keadilan. Pada tahun 2019, e-court telah digunakan untuk menangani 47.244 perkara terkait sengketa perdata, perdata agama, dan tata usaha negara,” bebernya.

 

Sementara kebijakan e-litigation juga telah berjalan dengan baik, salah satunya ditandai dengan tingginya partisipasi pengguna lain (non-advokat) yang tercatat sebanyak 22.641 pengguna. Rinciannya terdiri atas 21.431 pengguna perorangan; 172 pengguna lembaga pemerintahan; 972 pengguna badan hukum; dan 111 pengguna dalam kapasitas sebagai kuasa insidentil.

 

“E-court dan e-litigation juga telah diadaptasi pada kebijakan-kebijakan terkait hukum acara diantaranya Perma No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.”

Tags:

Berita Terkait