Ketua PN Jakarta Pusat Beberkan Alasan Menggelar Mediasi Pro Bono
Utama

Ketua PN Jakarta Pusat Beberkan Alasan Menggelar Mediasi Pro Bono

Ada perbedaan karakter antara hakim dan mediator non hakim yang berpengaruh terhadap efektivitas keberhasilan mediasi; banyaknya jumlah perkara yang ditangani hakim yang menjadikan hakim tidak fokus menjalankan fungsinya sebagai mediator.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Liliek Prisbawono Adi saat berbincang dengan Hukumonline, Selasa (9/8/2022). Foto: RES
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Liliek Prisbawono Adi saat berbincang dengan Hukumonline, Selasa (9/8/2022). Foto: RES

Belum lama ini, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar Rapat Pembentukan Kerja Sama Mediator Pro Bono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (25/7/2022) kemarin. Dari 100 undangan yang dikirimkan terhadap mediator non hakim yang berasal dari kalangan advokat, telah hadir sekitar 72 orang dalam pertemuan waktu itu. Ada sejumlah alasan yang mendasari dilakukannya kerja sama ini.

“Mediasi dalam (Perma No.1 Tahun 2016 tentang Mediasi) disebutkan mediasi (diselenggarakan) hakim dan non hakim. (Tetapi) yang non hakim gak pernah kita pakai (atas keputusan para pihak) karena berbayar,” ujar Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Liliek Prisbawono Adi saat berbincang dengan Hukumonline, Selasa (9/8/2022).

Ia menerangkan karena mediator non hakim yang berbayar, para pihak sering kali enggan menggunakan jasa mediator non hakim. Namun, di sisi lain, mediator dari kalangan hakim dipandang terdapat perbedaan signifikan dalam hal karakteristik bila dibandingkan dengan mediator non hakim. Meski beberapa hakim telah dilatih untuk mediasi, tidak dapat dipungkiri hakim biasanya bekerja sebagai elemen yang “mengatur” membentuk kepribadian tersendiri, sehingga sulit ketika harus menempatkan diri pada posisi yang berbeda.

“Karakternya beda gitu. Itu satu, karena nggak efektif dong hakim menjadi mediator,” kata dia.

Baca Juga:

Alasan kedua ialah banyaknya jumlah perkara yang ditangani jajaran hakim PN Jakarta Pusat. Beban pekerjaan hakim yang tinggi bukan hanya menangani mediasi perkara perdata saja, melainkan juga harus memeriksa berbagai perkara mulai dari perkara Tipikor, Niaga, PHI, dan lain-lain. Karenanya, tidak heran bila hakim menjadi tidak fokus lagi terhadap tugasnya sebagai mediator di pengadilan.

“Ada inisiasi dari beberapa teman-teman mediator non hakim yang notabenenya juga pengacara yang menawarkan diri. ‘Bagaimana Pak kalau kita jadi mediator non hakim’, gayung bersambutlah. Cuman di awal ada kendalanya karena mereka itu juga ada ada asosiasi atau paguyuban. Untuk itu, supaya tidak menimbulkan permasalahan, perjanjian kontrak kerjanya orang perorangan, jadi hanya satu orang kepada kami yang tidak membawa nama organisasi.”

PN Jakarta Pusat menjanjikan kepada para mediator non hakim yang nantinya tergabung dalam kerja sama mediasi pro bono untuk diberikan fasilitas yang layak di gedung pengadilan. Antara lain disediakannya ruang mediasi dan ruang transit mediator yang layak. Disamping juga akan dihadirkan satu Petugas Pengelola Mediator yang berkewajiban untuk menghubungkan para pihak dengan mediator.

Tags:

Berita Terkait