Ketua Umum APHTN-HAN, M.Guntur Hamzah didampingi perwakilan pengurus sedang memotong tumpeng syukuran HUT ke-43 APHTN-HAN.
“Tidak apa-apa APHTN-HAN terlambat membuat pernyataan sikap ke publik, kita punya mekanisme organisasi,” kata Guntur. Ia meminta semua anggota APHTN-HAN mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Mekanisme pengambilan keputusan atas nama APHTN-HAN sudah jelas disepakati di sana.
“Visi dan Misi APHTN-HAN menjadi pegangan kita semua. Saya ingin menyampaikan sebagai penutup, saya tidak akan mempermalukan organisasi,” ujar Guntur menutup sambutannya disambut tepuk tangan para anggota yang hadir.
Sumber resmi APHTN-HAN mencatat pendiriannya pada tahun 1980. Eksistensinya diresmikan kembali pada tanggal 3 Maret 2016 di Jakarta. Hingga saat ini sudah ada sekurangnya 29 Pengurus Daerah Provinsi dengan jumlah ribuan anggota.
Para profesor bidang HTN-HAN silih berganti memimpin APHTN-HAN dimulai dari Sri Soemantri dari Universitas Padjadjaran, Ismail Suny, Jimly Asshiddiqie, Abdul Bari Azed masing-masing dari Universitas Indonesia, Mahfud MD dari Universitas Islam Indonesia, dan kini dipimpin M. Guntur Hamzah dari Universitas Hasanuddin.
Tujuan APHTN-HAN antara lain memberikan sumbangan pemikiran untuk merespon situasi dan kondisi penyelenggaraan ketatanegaraan. HUT ke-43 tahun ini dirayakan dengan diskusi soal advokasi hak-hak masyarakat adat Desa Adat Osing Kemiren dan penulisan buku teks ajar HTN-HAN karya APHTN-HAN.
Buku teks ajar HTN-HAN itu akan menjadi yang pertama sebagai produk resmi asosiasi pengajar bidang ilmu hukum. Bayu Dwi Anggono, Sekretaris Jenderal APHTN-HAN, mengatakan buku teks ajar produk APHTN-HAN akan menjadi penyelaras mazhab-mazhab HTN-HAN yang beragam di tiap kampus hukum Indonesia.
“Selama ini buku ajar HTN-HAN sudah baik ditulis oleh perseorangan. Kali ini kami akan miliki buku kumpulan pemikiran bersama anggota APHTN-HAN,” ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember ini kepada Hukumonline.