Kisah Dewey & LeBoeuf, Keruntuhan Firma Hukum Terbesar dalam Sejarah
Utama

Kisah Dewey & LeBoeuf, Keruntuhan Firma Hukum Terbesar dalam Sejarah

Sempat menjadi mega firm. Kurang dari 5 tahun setelah merger, Dewey & LeBoeuf secara resmi mengajukan kebangkrutan pada pertengahan tahun 2012.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Namun ternyata setelah dilakukan merger, dijumpai sejumlah masalah. Sebut saja terkait kultur kantor yang berbeda antara Partner Dewey dengan Partner LeBoeuf. Satu tahun pertama merger dari pandangan Davis semua berjalan cukup baik mengingat angka revenue dan jumlah kantor serta lawyer-nya. Hanya saja di kuartal keempat tahun 2008 dimana terjadi global financial crisis, semua berubah drastis.

Finance practice berlaju dari 100 mil per jam menjadi nol, berhenti berjalan di treknya. Komite eksekutif firma bertemu serta membicarakan keberlangsungan dan apa yang kami putuskan, kami akan lakukan pemotongan pengeluaran secara masif. Kami harus mempertimbangkan PHK karyawan besar-besaran, kami mempertimbangkan menutup sejumlah kantor. Saat itu adalah periode yang amat menyiksa,” ujar Steve Davis.

Hukumonline.com

Ex Chairman Dewey & LeBoeuf, Steve Davis saat diwawancarai Bloomberg Law

Sebelum runtuh, Bloomberg Law menyebutkan terdapat lebih dari 100 Partners dengan pengaturan kompensasi ‘spesial’. Mengingat jika hendak membawa seorang lawyer dari firma lain tentu harus dapat mengkompensasi lawyer terkait risiko yang mereka ambil. Sehingga mau tidak mau firma dihadapi dengan besarnya angka yang harus dibayar.

Pada 28 Mei 2012, akhirnya beredar pemberitaan mengenai Dewey & LeBoeuf memiliki masalah cash flow. Saat itu, sejumlah Partners dan Associate mulai angkat bicara. Satu demi satu lawyer bergengsi, seperti Mort Pierce dan Jeff Kessler yang sebelumnya menghasilkan keuntungan besar bagi firma mulai berjalan keluar. “Kami belum membangun loyalitas dan 'perekat' untuk menjaga orang-orang tetap bersama di kala masa-masa sulit,” kata dia.

Hingga akhirnya di pertengahan 2012, keempat pimpinan insurance practice group dari Dewey & LeBoeuf yang sangat membawa banyak keuntungan mengundurkan diri. Hal ini sebagai ‘final blow’ yang fatal. Kurang dari 5 tahun setelah merger yang dahulu dianggap menjanjikan dari kedua firma hukum ternama di kota New York, Dewey & LeBoeuf secara resmi mengajukan kebangkrutan pada pertengahan 2012.  

Dari kisah di balik firma hukum Dewey & LeBoeuf yang disebut-sebut sebagai “keruntuhan firma hukum terbesar dalam sejarah” ini dapat diambil pembelajaran mengenai pentingnya memperhatikan manajemen firma hukum. Berkaitan dengan itu, Managing Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Bono Daru Adji berbagikan cara bagaimana AHP sebagai firma hukum di Indonesia yang memiliki jumlah Partner dan karyawan yang cukup banyak, dapat menjaga kelangsungan firma hukum.

“Menurut saya itu (manajemen firma) salah satu kunci utama dari kesuksesan firma hukum. Managing Partner yang umumnya dijabat oleh Partner Senior tidak bisa berbuat banyak tanpa dukungan manajemen yang kuat. Dari awal kita harus sudah memilih tim manajemen yang kuat dan tepat. Apabila kita sudah menemukan tim yang benar, arahan-arahan yang jelas harus diberikan kepada mereka. Jadi mereka tidak hanya melakukan satu eksekusi yang dibuat oleh Managing Partner, tapi juga membantu dalam menciptakan satu strategi. Mereka (tim manajemen) harus terus dikembangkan dan harus diberikan penghargaan yang baik,” ujar Bono.

Tags:

Berita Terkait