Kisah Kawin Beda Agama, Menantang Arus dan Problematik Klasik
Feature

Kisah Kawin Beda Agama, Menantang Arus dan Problematik Klasik

Memilih jalan yang dinilai tak lazim bagi sebagian manusia memang harus melewati berbagai tantangan dan masalah. Mungkin itu yang dirasakan oleh para pelaku kawin beda agama. Meski UU Perkawinan tidak melarang maupun mengatur perkawinan beda agama secara spesifik atau khusus, namun narasi kawin beda agama dilarang di Indonesia membuat praktik perkawinan beda agama sulit untuk dilakukan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 8 Menit

Persoalan kawin beda agama ini memang menjadi polemik di Indonesia. Beberapa waktu lalu E Ramos Petege, melalui tim kuasa hukumnya, mempersoalkan berlakunya Pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan setiap perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dia mengajukan judicial review atas pasal di atas, namun permohonan itu pada akhirnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada dasarnya UU Perkawinan tidak menegaskan larangan kawin beda agama, dan tidak pula ada aturan khusus. Namun pada tahun 1986 Mahkamah Agung (MA) pernah mengeluarkan putusan No.1400K/PDT/1986 yang membatalkan penetapan No 382/Pdt/P/1986/PN.JKT.PST dan menyatakan kawin beda agama sah di Indonesia dengan jalan penetapan pengadilan. Putusan kasasi itu pula yang kerap menjadi yurisprudensi untuk penetapan status dan izin perkawinan beda agama hingga sekarang. Yurisprudensi ini mengabulkan permohonan untuk melakukan perkawinan beda agama di Kantor Catatan Sipil.

Dalam putusan itu, majelis kasasi mempertimbangkan kesadaran dan kerelaan penuh calon pengantin beragama Islam (Andi Vonny Gani P) yang sengaja tidak mengikuti lagi ketentuan hukum Islam dalam perkawinan. Ia dianggap sengaja menundukkan diri pada selain hukum Islam dalam perkawinannya. Oleh karena itu, permohonan kawin beda agama mereka diizinkan dan dicatat di Kantor Catatan Sipil.

Di Indonesia dengan keberagaman agama membuat perkawinan beda agama menjadi polemik. Mengutip artikel di Hukumonline, agama Islam, Hindu, dan Kristen melarang adanya perkawinan beda agama. Sementara untuk Budha memiliki aturan yang lebih longgar, di mana perkawinan beda agama (agama budha dan non-budha) bisa dilakukan. Lain pula halnya dengan Katolik Roma. Dalam ajaran agama Katolik Roma, perkawinan antara Katolik dan non-Katolik dilarang. Namun dispensasi bisa diberikan jika pasangan beda agama yang ingin menikah mengantongi izin dari ordinaris wilayah atau dari keuskupan Katolik Roma.

Dari penjelasan di atas dapat terlihat bahwa keabsahan perkawinan beda agama dalam UU Perkawinan tidak menjadi masalah sepanjang agama tersebut memperbolehkan adanya perkawinan beda agama. Namun akan berbeda kasusnya jika salah satu pasangan yang ingin menikah beda agama menganut larangan kawin beda agama.

Tags:

Berita Terkait