Koalisi Desak Kejaksaan Tinggi DKI Hentikan Kriminalisasi Fatia-Haris
Utama

Koalisi Desak Kejaksaan Tinggi DKI Hentikan Kriminalisasi Fatia-Haris

Karena kritik yang disampaikan Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar merupakan kritik yang sah terhadap pejabat negara.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan kesehatan di Biddokkes Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/3/2023). Foto: RES
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan kesehatan di Biddokkes Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/3/2023). Foto: RES

Proses hukum terhadap aktivis HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar ternyata masih terus bergulir. Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia, KontraS, LBH PP Muhammadiyah, ICJR, TATAK, LBH Sulteng, YLBH Sisar Matiti Manokwari, Lokataru Foundation, PAHAM Papua, LBH Pers, SAFEnet, ELSAM, AJAR, AJI, AHRC, PBHI, PUSAKA, PAKU ITE, IM57+ Institute, Trend Asia, AJI, LBH Pers, dan Walhi menilai sejak awal kasus itu sebagai bentuk kriminalisasi terhadap pembela HAM.

Ketua YLBHI Muhammad Isnur mencatat selama ini perkara Fatia-Haris dipaksakan. Proses hukum yang sudah berjalan sekitar 1 tahun dan 6 bulan memunculkan kesan aparat kepolisian dan kejaksaan ragu-ragu dalam melihat ada atau tidaknya unsur perbuatan pidana dalam perkara tersebut. Meski pada akhirnya Senin (6/3/2023) proses hukum keduanya masuk tahap penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polda Metro Jaya kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta cq Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. 

Isnur menilai penyidik dari Polda Metro Jaya dan jaksa penuntut umum keliru dalam menangani kasus ini. Tindakan Fatia dan Haris tidak dapat dipidana karena tergolong kritik yang sah terhadap pejabat publik sekaligus bentuk pertisipasi publik dalam rangka pengawasan pemerintahan. “Hal ini diatur dan dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 44 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM,” kata Isnur saat dikonfirmasi, Senin (6/3/2023).

Baca Juga:

Koalisi menilai kasus ini tidak berlanjut jika kepolisian dan kejaksaan konsisten mengikuti Surat Keputusan Bersama No.229 Tahun 2021, No.154 Tahun 2021, No KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi UU ITE yang menyatakan bukan delik pidana bila bentuk penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan. Surat Keterangan Komnas HAM No.588/K-PMT/VII/2022 tertanggal Juli 2022 pun menyatakan Fatia dan Haris merupakan pembela HAM.

Hukumonline.com

Dukungan moril dari elemen masyarakat mengalir untuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. 

Menurut Isnur, posisi Fatia-Haris dilindungi Pasal 66 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Selain itu, Bab VI Pedoman Jaksa Agung No.8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan apabila tindakan yang dilakukan menjadi bagian dari memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, maka penuntut umum harus menutup perkara tersebut demi hukum dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait