Komitmen Antisuap Pejabat Asing dari Bali
Berita

Komitmen Antisuap Pejabat Asing dari Bali

Diharapkan komunitas antikorupsi mencapai pemahaman bersama untuk melawan penyuapan asing.

Inu/Ali
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto (kanan).<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)
Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto (kanan).<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)

Selusin kesimpulan ditelurkan dari hasil Konferensi OECD tentang Anti Penyuapan Asing di Nusa Dua Bali selama dua hari yang berakhir hari ini, Rabu (11/5). Kesimpulan tersebut diharapkan mampu membantu komunitas antikorupsi mencapai pemahaman bersama untuk melawan penyuapan asing.

 

Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto, sewaktu menutup konferensi yang dihadiri 400 peserta dari 38 negara, membacakan kedua belas kesimpulan itu. Pertama, disepakati bahwa penyuapan pejabat negara asing merusak persaingan, merugikan kesinambungan ekonomi dan merongrong tata kelola.

 

Kedua, tindakan pemidanaan tindakan itu oleh satu negara menandakan adanya larangan pelaku usaha domestik terlibat korupsi ketika berusaha di luar negeri. “Sekaligus, membuat perusahaan asing tak berniat korupsi,” sebut Bibit.

 

Tindakan pencegahan, deteksi, dan pengenaan sanksi atas penyuapan memerlukan pendekatan multidisiplin melibatkan pemangku kepentingan dalam kerangka kerja sama internasional dan kawasan.

 

Selain Bibit, Co-Chair G-20 Anti-Corruption Working Group, Florence Jeanblanc Risler juga membacakan hasil kesimpulan. Bahwa diperlukan kerjasama, baik ada manfaat bagi anggota maupun sekadar negara berperan serta, dalam kelompok kerja bidang penyuapan OECD, guna mencegah dan menindak penyuapan penjabat asing.

 

Dia menuturkan, dalam butir kesimpulan kelima, diperlukan solusi secara cepat dan tepat untuk mengatasi tantangan dan hambatan banyak negara dalam proses meminta atau negara yang diminta bantuan hukum timbal balik ‘Mutual Legal Assistance/MLA’.

 

Keenam, mekanisme antipencucian uang belum menjadi alat efektif mendeteksi tindakan penyuapan sekalipun negara-negara diharuskan mengadopsi standar internasional agar praktik penyuapan dijadikan tindak pidana asal (predicate crime).

 

Ketujuh, diperlukan teknik inovatif guna mendeteksi pratik penyuapan ini. Disarankan, makin banyak negara menggunakan teknik investigasi berbasis intelijen untuk mendeteksi praktik penyuapan.

 

Kedelapan, menerapkan tanggung jawab korporasi jika dinyatakan terlibat. Kesembilan, melibatkan swasta untuk terlibat dalam pemberantasan korupsi. Selanjutnya, diakui adanya adopsi oleh negara-negara peraturan yang dapat diterapkan korporasi untuk membuat sistem kendali internal guna mencegah praktik penyuapan.

 

Kesimpulan kesebelas, larangan bagi perusahaan dan individu yang terlibat korporasi untuk melintas di negara lain dan mengikuti proyek dari negara tersebut. Butir kesimpulan kedua belas adalah dikembangkannya pemahaman, penyuapan pejabat asing tidak semata-mata untuk mencapai kepentingan bisnis tapi masuk dalam kategori kejahatan transnasional lain seperti terorisme, pembalakan liar, penyelundupan obat terlarang, dan perdagangan manusia.

 

Sebelumnya, Advokat Senior Todung Mulya Lubis menuturkan bahwa tak sedikit perusahaan asing yang terlibat praktik suap di Indonesia. Ironisnya, perusahaan asing ini berasal dari negara-negara yang getol mengkampanyekan pemberantasan korupsi.

 

"Ada perusahaan dari Amerika Serikat yang terlibat suap. Seharusnya kan mereka mencontohkan agar tidak melakukan praktik korupsi seperti suap menyuap," ujarnya ketika bertemu dengan Menteri Kerja Sama Pembangunan Denmar HE Sorend Pind, akhir pekan lalu.

Tags: