Kontradiksi Pengakuan Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Soal Uang Suap
Berita

Kontradiksi Pengakuan Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Soal Uang Suap

Billy mengaku tidak pernah memberi uang suap kepada Neneng melalui para konsultannya. Sedangkan Neneng melalui kuasa hukumnya mengakui adanya pemberian suap dari Billy.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Hal senada dikatakan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Menurut Febri, dari hasil pemeriksaan lebih dari 40 orang saksi tersebut pihaknya ingin mengetahui bagaimana alur perizinan, sehingga diketahui apakah ada pelanggaran yang dilakukan baik oleh PT MSU ataupun pejabat Pemkab Bekasi.

 

Selain itu, pemeriksaan pihak swasta termasuk unsur Lippo Group tak lain untuk mengetahui darimana sumber dana pemberian suap. Ini salah satu fokus penyidik untuk mengetahui asal muasal dana untuk menyuap pejabat Pemkab Bekasi. "Ini menjadi salah satu concern KPK karena kami perlu menelusuri aliran dana tersebut. Apakah dari uang pribadi atau itu bagian dari alokasi keuangan korporasi," tegasnya.

 

Dalam kasus ini, Billy Sindoro bersama dengan dua orang konsultan dan seorang pegawai Lippo Group yaitu Taryadi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi. KPK menetapkan Billy sebagai tersangka dengan kedudukan sebagai Direktur Operasional Lippo Group. Setidaknya, ada lima pejabat Pemkab Bekasi yang diduga disuap Billy.

 

Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar (dari total commitment fee Rp13 miliar) melalui beberapa Kepala Dinas yaitu: pemberian pada bulan April, Mei dan Juni 2018.

 

Billy Sindoro, Taryadi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen selaku direktur, konsultan, dan pegawai Lippo Group sebagai pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sedangkan sebagai pihak penerima, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Kemudian Kepala Dinas PUPR Jamaludin; Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor; Kepala Dinas Pelayanan Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DP-MPTSP) Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Tags:

Berita Terkait