Korupsi Yudisial Begitu Mengakar di Indonesia Tetapi Tidak Berhasil Diberantas
Kolom

Korupsi Yudisial Begitu Mengakar di Indonesia Tetapi Tidak Berhasil Diberantas

Hakim tidak boleh terjebak dalam beberapa larangan, seperti kolusi dengan para pihak dalam suatu perkara yang diperiksanya, apalagi menerima bingkisan atau pemberian atau janji dari pihak yang berperkara.

Bacaan 5 Menit

Korupsi yudisial; yang dirumuskan IBA dalam Biennial Conferencenya di Amsterdam tahun 2000, yang diambil dari Deklarasi International Commission of Jurists adalah sebagai berikut:

“Korupsi yudisial terjadi karena tindakan-tindakan yang menyebabkan ketidakmandirian lembaga peradilan dan institusi hukum (polisi, jaksa penuntut umum, advokat/pengacara dan hakim). Khususnya kalau hakim atau pengadilan mencari atau menerima berbagai macam keuntungan atau janji berdasarkan penyalahgunaan kekuasaan kehakiman atau perbuatan lainnya, seperti suap, pemalsuan, penghilangan data atau berkas pengadilan, perubahan dengan sengaja berkas pengadilan.”

Pada dasarnya menurut Socrates ada empat perintah (Four Commandments) yakni:

  1. Mendengar dengan sopan, beradab (to hear courteously)
  2. Menjawab dengan arif dan bijaksana (to answer wisely)
  3. Mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun (to consider soberly)
  4. Memutus tidak berat sebelah (to decide impartially)

Hakim harus menemukan, mengikuti dan mengerti akan nilai-nilai dan mempunyai perasaan tentang keadilan dalam masyarakat, sehingga keputusannya akan berdasarkan hukum dan rasa adil yang ada dalam masyarakat. Dia tidak boleh terjebak dalam beberapa larangan, seperti kolusi dengan para pihak dalam suatu perkara yang diperiksanya, apalagi menerima bingkisan atau pemberian atau janji dari pihak yang berperkara.

Para pihak dan hakim harus mengerti bahwa juga pihak lain tidak bisa bertemu di hadapan atau di ruang hakim kalau tanpa kehadiran lawannya. Barrister di Inggris tidak boleh bertemu kliennya dan hanya solicitor yang bertemu klien dan mengumpulkan bukti-bukti untuk berperkara. Setelah solicitor mengumpulkan bukti, barulah solicitor bertemu barrister di kantornya.

Yang penting menurut Henry J. Abraham, hakim harus mempunyai apa yang dinamakan judicial discretion yang maknanya adalah sikap Independen dan Imparsial dalam memutus perkara seperti yang dijabarkan:

“Dicerahkan oleh kecerdasan dan pembelajaran, dikendalikan oleh prinsip-prinsip hukum yang baik, keberanian yang teguh dikombinasikan dengan ketenangan, pikiran yang tenang, bebas dari keberpihakan, tidak terpengaruh oleh simpati atau dibelokkan oleh prasangka atau digerakkan oleh pengaruh apa pun kecuali hasrat yang luar biasa untuk melakukan yang adil.” (1993, The Judicial Process, New York: Oxford University Press, hal. 97).”

Tags:

Berita Terkait