"Beliau kan baru mengunjungi Korea Selatan dan Hongkong. Untuk Korea Selatan ada KICAC (The Korea Independent Commission Against Corruption), untuk Hongkong ada ICAC (Independent Commission Against Corruption). Pengalaman beliau berkunjung ke sana ditularkan ke KPK," katanya.
Agus mengungkapkan, Hongkong yang memiliki area cukup kecil saja memiliki tujuh cabang ICAC. Dengan tujuh cabang itu, Hongkong bisa menangani kasus korupsi yang melibatkan 80 persen swasta dan 20 persen birokrat. "Dalam waktu dekat, mudah-mudahan KPK juga punya cabang dimana-mana," imbuhnya.
Namun, bagaimana dengan anggaran dan sumber daya manusia (SDM) di KPK? Apakah cukup untuk membentuk kantor cabang KPK di daerah? Menjawab hal ini, Agus berharap, KPK dapat diperkuat, baik dari segi anggaran maupun SDM. Tentunya, ke depan, penguatan itu didukung pula oleh perbaikan regulasi.
Sementara, Sidarto menyatakan, Polisi, Jaksa, dan lembaga anti korupsi di Hongkong dan Korea Selatan sudah sangat maju dan kuat. Dengan jumlah penduduk yang mencapai delapan juta, Hongkong memiliki 1200 penyidik dan tujuh cabang ICAC. "Mereka targetnya zero growth corruption, supaya korupsi bisa di-nol-kan," ujarnya.
Menurutnya, walau Hongkong dan Korea Selatan tidak memiliki sumber daya alam, integritas mereka sangat kuat. Integritas adalah kunci dari keberhasilan sebagai negara maju. Sebab, wilayah dengan integritas tinggi dan pemerintahan yang bersih, akan dipercaya dunia. Ia ingin Indonesia bisa seperti Hongkong dan Korea Selatan.
Oleh karena itu, Sidarto berharap, ke depan, pihaknya akan lebih banyak mengadakan pertemuan dengan KPK. Tidak hanya dengan KPK, tetapi juga dengan dua lembaga penegak hukum lainnya, yaitu Kejaksaan dan Kepolisian. "Itu yang kita harapkan. Polisi yang kuat, jaksa yang kuat, dan KPK yang kuat," tuturnya.
Sidarto mengaku, penambahan penyidik KPK bisa saja disarankan kepada Presiden. Terkait pembentukan kantor cabang KPK di daerah, ia belum bisa banyak bicara. "Kita discuss apa yang kita lihat di Korea Selatan dan Hongkong. Itu sudah jadi pertimbangan KPK dan kita semua bahwa sukses suatu negara, kalau negara itu dipercaya oleh dunia," tandasnya.
Sebagaimana dikutip dari situs KPK, sejak 1982, Hongkong selalu mendapat predikat pemerintah terbersih dan termasuk negara dengan indeks persepsi korupsi (IPK) tertinggi. Padahal, dahulu, Hongkong terkenal korup. Malahan, di era tahun 1960-an, korupsi sangat merajalela di Hongkong dan menjadi masalah sosial yang pelik.
Sampai-sampai, petugas ambulans dan pemadam kebakaran di Hongkong tidak mau menjemput pasien dan memadamkan kebakaran jika tidak diberi suap. Kunci Hongkong bisa bangkit dari keterpurukan akibat korupsi adalah kerja sama antara masyarakat dan pemerintah, serta komitmen teguh dalam pemberantasan korupsi.
Keseriusan ini, dibuktikan dengan berdirinya ICAC pada 1974. Salah seorang penyidik KPK, Mulya Hakim, dalam acara sharing knowlegde yang rutin diselenggarakan oleh Biro SDM KPK pada 2015, membagi pengalamannya ketika mengikuti training Chief Investigator's Command Course (CICC) di ICAC Hongkong.
"Penindakan dan pencegahan terintegrasi menjadi satu. Setelah kasus korupsi di satu institusi ditindak dan selesai pemeriksaannya, maka diikuti oleh tim pencegahan yang masuk ke institusi tersebut untuk melakukan 'terapi' dan perbaikan sistem. Dengan demikian, kasus korupsi di institusi itu tidak terulang lagi," paparnya.
Model strategi pemberantasan korupsi ICAC ini, menurut Mulya, banyak diadopsi oleh lembaga-lembaga anti korupsi di dunia, termasuk KPK. Hanya saja, penindakan di KPK terlihat lebih dominan. Padahal, program-program pencegahan di KPK, seperti survei perbaikan layanan publik, sosialisasi, serta kampanye anti korupsi terus digalakkan.