Kritik Pasal Unjuk Rasa KUHP Baru Sebagai Delik Ketertiban Umum
Terbaru

Kritik Pasal Unjuk Rasa KUHP Baru Sebagai Delik Ketertiban Umum

Semestinya memuat definisi yang lebih ketat terkait “menggangu kepentingan umum”. Harus membaca teks Pasal 256 KUHP nasional secara utuh dan konteksnya serta penjelasannya, sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Pasal 256 KUHP Baru

“Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Bersifat unsur kumulatif

Terpisah, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra melihat rumusan norma Pasal 256 KUHP baru secara utuh. Dia memahami masih ada kekhawatiran masyarakat terkait pengaturan pemidanaan atas hak menyampaikan pendapat di muka umum. Padahal, berekspresi dan menyampaikan pendapat menjadi bagian dalam perwujudan demokrasi dan HAM.

“Untuk ini, perlu memahami teks dan konteksnya serta penjelasannya, hal ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,” ujarnya.

Dia menerangkan unsurnya bersifat kumulatif. Malahan termasuk dalam delik materil yang menitikberatkan pada timbulnya akibat yang dilarang. Karenanya, mesti dibaca klausul Pasal 256 secara utuh keseluruhan. Setidaknya terdapat 3 unsur dalam Pasal 256. Pertama, tanpa ada pemberitahuan. Kedua,unjuk rasa. Ketiga, timbul kerusuhan. Dengan demikian, unsur dalam Pasal 256 bersifat kumulatif yang harus dibuktikan satu per satu.

Menurutnya, bila terdapat demonstrasi, unjuk rasa maupun pawai tanpa adanya pemberitahuan, maka ketentuan aturan yang diterapkan menggunakan Pasal 15 UUU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sanksinya, dibubarkan, bukan malah pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 256 KUHP. “Karena Pasal 256, harus terpenuhi ke-3 unsur tersebut diatas,” ujarnya.

Dia melanjutkan rumusan Pasal 25 sebagai upaya menjaga dan mengantisipasi akibat yang tidak diharapkan demi menjaga dimensi harmoni keseimbangan demokrasi. Kemudian kewajiban dan hak dalam melindungi hak asasi guna menjalankan aktivitas kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Menurutnya, penjelasan Pasal 256 KUHP nasional dibatasi apabila aksi unjuk rasa, demontrasi maupun pawai berakibat tidak berfungsinya pelayanan publik.

Penjelasan Pasal 256 KUHP nasional menyebutkan, “Yang dimaksud dengan ‘terganggunya kepentingan umum’ adalah tidak berfungsinya atau tidak dapat diaksesnya pelayanan publik akibat kerusakan yang timbul dari adanya pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait