Kurang Data, Cyber Crime Polri Sulit Ungkap Kejahatan Libatkan Perbankan
Utama

Kurang Data, Cyber Crime Polri Sulit Ungkap Kejahatan Libatkan Perbankan

Perbankan punya posisi sebagai sarana yang digunakan pelaku kejahatan untuk melarikan atau menghimpun uangnya. Bila data yang diberikan lengkap, cyber crime Polri akan lebih mudah mengungkap kejahatan itu.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Dengan banyaknya unit siber ke depan, maka patroli-patroli siber yang merupakan langkah awal yang selalu dilakukan Polri sebelum melakukan penindakan. Unit cyber crime sendiri, kata Dul Alim, sebelumnya berada di bawah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus. Namun, karena serbuan tindak pidana yang berkenaan dengan teknologi informasi terus mengalami peningkatan, unit cyber yang awalnya punya posisi se-level Sub Direktorat, dipisah menjadi Direktorat tersendiri.
“Ada wacana di setiap Polda ada unit-unit cybernya,” tegas Dul Alim. 
Direktur Konsumer Banking BNI, Anggoro Eko Cahyo mengatakan bahwa perbankan sangat butuh sistem IT yang tangkas (agile IT). Di tengah deru internet serta beragamnya produk perbankan (digital channel), ketangguhan sistem IT perbankan harus menjadi perhatian pelaku industri perbankan. Selain penanganan dari segi internal ini, yakni IT yang tangguh, perbankan juga harus terus memberikan edukasi kepada konsumen atau nasabahnya agar bisa terhindar dari tindak kejatahan di dunia maya yang memanfaatkan akun perbankan.
“Harus intens komunikasi dengan konsumen untuk klarifikasi informasi yang benar,” kata Anggoro.
Di BNI, lanjut Anggoro, pihaknya terus memantau sentimen yang terjadi di dunia maya terutama mengenai user experience atas produk BNI. Ketika ada hal-hal yang menyangkut dengan pertanyaan-pertanyaan penting, tim sosial media internal BNI akan segera tanggap agar informasi yang benar bisa segera terverifikasi dan terklarifikasi. BNI sendiri sering menjadi pihak yang dirugikan oleh pelaku kejahatan misalnya undian palsu yang mengatasnamakan BNI. Dengan adanya komunikasi yang intens, iya menilai konsumen atau nasabah BNI akan familiar setidaknya saat melihat membedakan portal resmi BNI baik website atau sosial media dengan wadah yang dipakai oleh pelaku kejahatan.
“Selain block domainnya, juga intens komunikasi dengan konsumen,” kata Anggoro. (Baca Juga: Raup Dana Ilegal Hingga Rp 500 Miliar, OJK Akhirnya Tutup Pandawa Group)
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S. Soetiono mengatakan bahwa OJK tak menampik kalau sistem IT di industri perbankan atau jasa keuangan lainnya rawan disusupi oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dan mencoba mencari celah untuk mengambil keuntungan. Namun, OJK sejak pertama kali beroperasi sekira tahun 2013 telah berkonsentrasi untuk melakukan pencegahan dan penindakan terkait dengan tindak kejahatan terkait dengan industri keuangan ataupun memanfaatkan industri jasa keuangan. (Baca Juga: Sepanjang 2017, Tiap Bulan Satgas Tutup Kegiatan Investasi Ilegal)
“Pencegahan dilakukan ke 40 kota setiap tahunnya. Untuk awal tahun ini, OJK dibantu dengan Satgas Waspada Investasi dan Polri,” kata Tituk, sapaan akrab Kusumaningtuti.
Tituk melanjutkan, kasus terbaru yang belakangan membuat heboh dan banyak merugikan masyarakat adalah kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group yang mana perkembangannya saat ini telah ditetapkan 19 tersangka serta beberapa dari itu dilimpahkan berkasnya ke Kejaksaan. Tak hanya itu, per tahun 2017 ini, OJK juga sudah menghentikan lebih dari 10 kegiatan yang diduga ilegal karena menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin serta tanpa skema yang jelas dan tidak masuk akal. (Baca Juga: DIlema Menjerat Pelaku Investasi Ilegal Berbadan Usaha Koperasi)
Tags:

Berita Terkait