KY Klaim Tidak Campuri Teknis Yudisial Hakim
Berita

KY Klaim Tidak Campuri Teknis Yudisial Hakim

Untuk memperjelas tafsir ranah teknis yudisial dan ranah etik bisa dimasukkan dalam revisi UU KY.

ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung KY. Foto: SGP
Gedung KY. Foto: SGP
Komisioner KY Bidang Hubungan Antarlembaga, Imam Anshori Saleh Komisi Yudisial (KY) mengklaim tidak pernah menacampuri ranah teknis yudisial para hakim saat menjalankan fungsi pengawasan. Bahkan, pihaknya sangat proaktif melimpahkan kasus pelanggaran teknis yudisial ke Mahkamah Agung  apabila dalam proses pemeriksaan KY menemukan adanya usnur pelanggaran teknis yudisial.

“Kalau dalam pemeriksaan ditemukan itu (pelanggaran teknis yudisial) biasanya kita rekomendasikan ke MA. Kita selalu begitu. Jadi tidak ikut campur, tidak pernah,” ujar Imam usai peringatan Satu Dawarsa KY di Aula gedung KY Jakarta, Kamis (13/8).

Dia menilai memanasnya hubungan MA dan KY akhir-akhir ini disebabkan masih adanya wilayah abu-abu terkait objek jenis pelanggaran yang dilakukan para hakim apakah menyangkut teknis yudisial atau etik. “Ini yang sering kali menyebabkan ketegangan MA-KY muncul,” kata Imam.

Menurutnya, wilayah abu-abu ini ke depan harus diperjelas agar MA-KY tidak merasa paling benar dan tarik-menarik dalam menyelesaikan dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim. “Memang masih ada yang abu-abu, misalnya hukum acara, kalau ada hakim melanggar hukum acara itu kan tidak professional, masuknya ke ranah etik. Tapi menurut hakim dan MA itu teknis yudisial,” kata usai peringatan 10 tahun KY di Jakarta kemarin.

Untuk itu, ke depan MA dan KY seharusnya kembali merinci peraturan yang lebih detil guna memperjelas ranah wewenang objek pengawasan MA-KY agar tidak lagi sering berselisih paham. Soalnya, meski pemisahan ranah etik dan ranah teknis yudisial sudah dituangkan dalam peraturan, tetapi kesalahpahaman masih tetap terjadi.

Apabila persoalan ini tidak dibenahi, kata Imam, bisa melemahkan fungsi pengawasan kedua lembaga. Dia mengaku sebelumnya hubungan MA-KY sudah mencair karena setiap ada permalasahan sering duduk bersama untuk menyamakan persepsi.. Hanya saja, setiap penyelesaian masalah tidak cukup dengan duduk bersama.

“Harus ada peraturan yang mengakomodir itu, syukur-syukur bisa diatur dalam Undang-undang. Ini tantangan besar KY ke depan, bagaimana agar hubungan MA dan KY bisa harmonis agar fungsi pengawasan berjalan baik,” tegasnya.

Untuk diketahui, ketidakharmonisan hubungan MA-KY pun sempat jadi topik wawancara terbuka di Sekretariat Negara beberapa waktu lalu. Dalam kesempatan itu, Ketua KY Suparman Marzuki mengakui ketegangan hubungan MA dan KY disebabkan miskomunikasi dalam hal pengawasan.

Ketua MA M. Hatta Ali juga tidak menampik kalau selama ini adanya gesekan yang mengakibatkan hubungan MA dan KY memanas. Hatta mengingatkan kalau hubungan MA dan KY ingin harmonis, KY tidak memasuki wilayah teknis yudisial ketika mengawasi perilaku hakim. Menurutnya, selama KY memasuki wilayah teknis yudisial dalam mengawasi para hakim sampai kapanpun hubungan MA dan KY tidak akan pernah harmonis.

“Kalau KY ingin hubunganya harmonis dengan MA, KY jangan masuki wilayah teknis yudisial dalam mengawasi hakim. Carilah kenapa dia (hakim) memberi putusan seperti itu, apa ada pelanggaran kode etik seperti penyuapan, dan sebagainya. Jangan teknis yudisial dalam putusan yang dibahas,” ujar Hatta di Gedung Sekretariat MA Jakarta, beberapa waktu.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi III DPR, Arsul Sani mengakui saat ini masih ada persoalan kelembagan antara KY dengan MA khususnya penafsiran ranah etik dan teknis yudisial dalam pengawasan hakim. Ketegangan ini terjadi karena MA-KY memiliki sudut pandang yang berbeda khususnya terkait pelanggaran apa saja yang masuk teknis yudisial atau etik.

Dia sepakat diperlukan adanya norma yang memperjelas tafsir ranah teknis yudisial dan ranah etik. Bahkan, norma itu bisa saja dimasukkan dalam revisi UU KY agar tidak ada perbedaan tafsir. “Ini kan sebenarnya persoalan interpretasi karena KY dan MA memiliki sudut pandang berbeda. Jalan tengah atas perbedaan sudut pandang bisa saja dengan merevisi UU KY,” katanya.
Tags:

Berita Terkait