Lapor ke Kemendag Bila Menemukan Harga Minyak Goreng Lebihi HET!
Terbaru

Lapor ke Kemendag Bila Menemukan Harga Minyak Goreng Lebihi HET!

Pelaku usaha wajib menuruti aturan yang dibuat pemerintah. Semua pedagang harus menjual minyak goreng sebesar harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditentukan.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Konsumen diminta lapor ke Kemendag bila menemukan harga minyak goreng melebihi harga eceran tertinggi (HET). Ilustrasi foto: RES
Konsumen diminta lapor ke Kemendag bila menemukan harga minyak goreng melebihi harga eceran tertinggi (HET). Ilustrasi foto: RES

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan kebijakan Permendag No.6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. Permendag ini berlaku terhitung sejak 1 Februari 2022. Namun, adanya peraturan ini tidak serta merta membuat kelangkaan minyak goreng dan polemik di dalamnya terselesaikan.

Adanya kecurangan dari segelintir pihak yang menentuan harga di pasaran melebihi HET yang telah ditetapkan oleh pemerintah membuat masyarakat menjadi korban dari persoalan minyak goreng ini.

Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, I Gusti Ketut Astawa, mengimbau agar masyarakat selaku konsumen dapat melaporkan hal ini kepada Dinas Perdagangan setempat. (Baca: Ini Penyebab Naiknya Harga Minyak Goreng)

“Harga eceran tertinggi atau HET ini berlaku wajib. Bahwa jika menjual, menerima atau ditawari kemasan minyak goreng dengan harga melebihi HET, konsumen dapat melapor ke Dinas Perdagangan kabupaten atau kota,” ujarnya dalam sesi diskusi yang diselenggarakan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Selasa (1/3).

Ia turut mengimbau pelaku usaha agar wajib menuruti aturan yang dibuat pemerintah tersebut. Semua pedagang harus menjual minyak goreng sebesar HET yang telah ditentukan.

“Kita sudah melakukan pendataan barang di pasaran, lalu mengatur agar rata-rata harga minyak goreng yang ada saat ini telah sesuai,” ungkapnya.

Namun, ia menambahkan agar memastikan bahwa minyak goreng tersebut bukan stok lama yang dibeli dengan harga lebih tinggi sebelum HET diberlakukan.

“Pastikan minyak goreng tersebut bukan barang stok lama yg dibeli dengan harga tinggi sehingga yang dijual merupakan penghabisan. Namun mestinya pengusaha harus menyerahkannya ke distributor,” tambahnya.

Dia juga dengan tegas meminta konsumen untuk menginformasikan ke Dinas Perdagangan yang nantinya pelaporan tersebut akan ditindaklanjuti karena hal ini sudah ada aturannya.

Selain persoalan harga minyak goreng yang diatur dalam HET, Kemendag turut membatasi penjualan minyak goreng yang diperjualbelikan di pasar atau ritel modern setiap harinya.

“Kemendang turut membatasi liter bungkus penjualan di pasar dan ritel modern. Jika pengusaha menjual sekaligus minyak goreng, dikhawatirkan akan membludak dan tidak bagus untuk dilihat. Sehingga ritel modern akan memiliki ketentuan setiap harinya mengenai besaran liter minyak goreng yang dijual,” katanya.

Hal ini berguna untuk mengubah imej di pasaran, sehingga pengusaha dapat menetapkan besaran penjualan minyak goreng setiap harinya.

Pemerintah melalui Kemendag terus berproses dalam persoalan minyak goreng dan memerintahkan jajaran, baik di pusat dan daerah untuk merunut distribusi minyak goreng, sehingga distribusinya telah sesuai dengan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa harga minyak goreng di Indonesia tidak berbanding lurus mengikuti harga minyak sawit mentah atau CPO internasional.

Deputi Kajian dan Advokasi KPPU RI Taufik A mengungkapkan bahwa harga CPO internasional fluktuatif tergantung dengan pasokan dan permintaan, sementara harga minyak goreng nasional cenderung dalam tren naik dalam jangka waktu yang panjang tanpa ada penurunan.

"Hasil temuan kami terjadi rigiditas pasar minyak goreng terhadap harga CPO. Fluktuasi harga CPO di pasar internasional mengikuti pasokan dan permintaan di pasar internasional, tapi harga minyak goreng di pasar domestik relatif stabil dan cenderung naik jadi sangat berbeda pergerakannya," kata Taufik.

Bahkan pada beberapa waktu terjadi penurunan dalam terhadap harga CPO internasional, namun harga minyak goreng di dalam negeri tetap dalam tren naik.

Taufik menjelaskan hal tersebut terjadi lantaran pasar minyak goreng di Indonesia terkonsentrasi atau terjadi oligopoli yaitu hanya segelintir perusahaan yang menguasai pasar sehingga harga ditentukan oleh produsen yang dominan tersebut.

"Berdasarkan data yang kita miliki memang struktur pasarnya terkonsentrasi, istilahnya oligopoli. Jadi ini menjadi concern bagi KPPU sendiri dan ini akan berdampak pada pembentukan harga di pasar," kata dia. Terjadinya rigiditas harga minyak goreng terhadap harga CPO yang fluktuatif juga merupakan salah satu ciri oligopoli.

Tags:

Berita Terkait