Mantan Presdir Sentul City Didakwa Suap Bupati Bogor
Berita

Mantan Presdir Sentul City Didakwa Suap Bupati Bogor

Terdakwa mengaku memiliki penyakit jantung, depresi dan insomnia.

ANT
Bacaan 2 Menit
Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta hari ini, Rabu (18/2). Foto: RES
Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta hari ini, Rabu (18/2). Foto: RES
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Dirut PT Sentul City Tbk Kwee Cahyadi Kumala menyuap mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin senilai Rp5 miliar untuk menerbitkan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri.

"PT BJA (Bukit Jonggol Asri) pada 10 Desember 2012 mengajukan permohonan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan kepada Bupati Bogor seluas 2.754,85 ha. Namun, hasil kajian menunjukkan sebagian tanah yang dimohonkan terdapat izin usaha pertambangan (IUP) produksi PT Indocement Tunggal Prakarsa dan IUP eksplorasi PT Semindo Resources, sehingga yang direkomendasikan hanya 1.668,47 ha," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum KPK Surya Nelli di gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.

Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto pun menerbitkan surat yang isinya menegaskan lokasi kawasan hutan BJA tidak dimungkinkan lagi diterbitkan izin penggunaan kawasan hutan.

Sehingga, pada Januari 2014, Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng yang juga mantan Komisaris Utama BJA bertemu dengan Rachmat Yasin, bersama dengan anak buah Swie Teng, Yohan Yap, Hari Ganie, dan orang kepercayaan Swie Teng yakni Robin Zulkarnain.

Pada pertemuan itu Swie Teng meminta bantuan kepada Rachmat Yasin agar rekomendasi BJA segera diterbitkan dan atas permintaan itu Rachmat meminta sejumlah uang dan disanggupi oleh Swie.

Swie pada 30 Januari 2014 menyerahkan cek Bank CIMB Niaga senilai Rp5 miliar kepada Yohan untuk diberikan ke Rachmat. Namun, pada 2 Februari, Yohan mengembalikan cek tersebut karena mengalami kesulitan dalam pencairan.

"Kemudian terdakwa berkata 'Saya akan minta Sherly untuk mentransfer ke rekening 'you' Rp4 miliar dan Rp1 miliar lagi akan saya kasih 'cash' lewat Robin, dan untuk menerima transfer uang tersebut Yohan memberikan nomor rekening PT Multihouse Indonesia kepada terdakwa," tambah jaksa.

Uang tunai sebesar Rp1 miliar diberikan Robin di Supermarket Giant Jalan MH Thamrin Sentul City Bogor pada 5 Februari 2014.

Pada tanggal yang sama juga Swie memerintahkan Sherly Tjung mentransfer Rp4 miliar lagi ke PT Multihouse Indonesia yang direkturnya adalah istri Yohan, Jo Shien Ni alias Nini. Keesokan hari pada 6 Februari 2014, Yohan dan Heru menemui Rachmat di rumah dinasnya dan menyerahkan uang Rp1 miliar dalam satu kardus cokelat dengan menyebutkan "ada titipan dari Om Swie" dan dijawab dengan anggukan kepala.

Pemberian uang selanjutnya diberikan pada Maret 2014 dengan menyerahkan uang Rp2 miliar oleh Yohan dan Heru kepada sekretaris pribadi Rachmat, Tenny Ramdhany di rumah dinas Rachmat.

Sebagai balasannnya, Rachmat Yasin memerintahkan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor HM Zairin untuk memasukkan surat pernyataan dari BJA, rekomendasi gubernur, dan Surat Dirjen Planologi Kehutanan sebagai dasar hukum rekomendasi, sehingga pada 29 April 2014, Rachmat Yasin menerbitkan surat rekomendasi tukar menukar kawasan hutan atas nama BJA kepada Menhut yang pada pokoknya mendukung kelanjutan proses tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektar.

Sisa pemberian uang diberikan pada 7 Mei 2014 oleh Yohan sebesar Rp1,5 miliar karena Yohan kehilangan uang Rp500 juta.

Pemberian uang dilakukan pada sekitar pukul 16.00 WIB di Taman Budaya Jalan Siliwangi Sentul kepada Zairin, namun sebelum uang diberikan, keduanya ditangkap petugas KPK.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana," ungkap jaksa.

Pasal itu mengatur mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengankewajibannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta.

Selain didakwa menyuap, jaksa juga mendakwa Swie Teng sengaja mempengaruhi sejumlah anak buahnya yang menjadi saksi dalam perkara Yohan Yap sehingga tidak menyampaikan keterlibatan Swie Teng dalam perkara tersebut.

Atas dakwaan tersebut, Swie Teng mengajukan nota keberatan. "Saya akan mengajukan eksepsi," katanya.

Pengacaranya, Rudy Alfonso mengungkapkan bahwa Swie Teng saat ini tidak lagi menjabat sebagai Presdir Sentul City maupun Komisaris Utama PT BJA. "Kami ingin mengoreksi, saat ini jabatan terdakwa sudah mantan," kata Rudy.

Swie Teng juga meminta pemindahan rumah tahanan dengan alasan sakit.

"Saya punya penyakit jantung, depresi dan insomnia. Kami mohon yang mulia mengajukan pindah rumah tahanan. Sebelumnya di rutan KPK supaya dipindah ke rutan Salemba. Dengan pertimbangan soal penyakit ini, di rutan KPK tidak punya cukup memberikan ruang udara karena rutan KPK ini 'full'. Memang ada kesempatan olahraga 3 kali seminggu selama 1,5 jam tapi kalau cuaca tidak baik, tidak bisa," kata Swie Teng.

"Mengenai permohonan ini, walaupun merupakan kewenangan majelis tapi jaksa sebagai orang yang mengeksekusi agar menghadirkan dalam sidang dengan waktu cepat. Tapi kami juga mempertimbangkan kalau sakit begtu, kami akan berkoordinasi. Kalau jaksa menyetujui, nanti kami akan koordinasikan," kata Ketua majelis hakim Sutio. 
Tags:

Berita Terkait