Manuver Politik Penyebab Mahkamah Konstitusi Makin Tidak Dipercaya Publik
Utama

Manuver Politik Penyebab Mahkamah Konstitusi Makin Tidak Dipercaya Publik

Serangan terhadap Mahkamah Konstitusi datang dari aktor politik di parlemen.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit

Hukumonline mencatat di Indonesia belum pernah terjadi skandal hakim sekaligus Ketua pada puncak peradilan seperti Akil. Lebih dari itu, Akil tertangkap tangan pula. Perlu dicatat, Akil adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebelum terpilih sebagai hakim konstitusi. “Selama menjabat Ketua MK, Arief Hidayat terbukti melakukan pelanggaran etika,” beber Susi.

Namun, Arief Hidayat tidak mundur dan terus menjabat hingga kini. Ia membandingkan dengan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi yang juga terjerat kasus etik pada tahun 2011. Saat itu, Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi menilai Arsyad bersalah melanggar kode etik. Kala itu, masalahnya Arsyad dianggap membiarkan anggota keluarganya berhubungan dengan pihak berperkara.

Lalu, pemilihan hakim konstitusi Guntur Hamzah yang janggal juga menjadi masalah. Susi menilai publik secara umum tidak percaya pada prosedur pengangkatan Guntur Hamzah. Hal itu karena pengangkatan Guntur Hamzah secara tiba-tiba untuk menggantikan Hakim Konstitusi Aswanto yang tidak disukai Dewan Perwakilan Rakyat.

Persoalan lain, beberapa putusan Mahkamah Konstitusi dianggap lebih terlihat menguntungkan aktor politik tertentu. “MK mengabulkan perkara perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Ini menarik karena pertama kali MK kabulkan uji materi undang-undang KPK,” kata dia.

Susi menduga sudah terjadi abusive judicial review yang dibiarkan oleh Mahkamah Konstitusi. “Saya mengutip pendapat Prof. Bagir, hakim itu harus punya sense of politic,” ujarnya.

Penurunan kepercayaan oleh publik terhadap Mahkamah Konstitusi juga terjadi di Belgia dan Israel. Maurice berbagi hasil risetnya di kedua negara beda benua itu. Ia mengatakan kemerdekaan peradilan di Belgia dan Israel juga terganggu oleh manuver politik dari parlemen. “Bukan hanya pengadilan konstitusi yang diserang, juga terjadi ke pengadilan umum,” kata Maurice.

Hukumonline.com

Professor of General Jurisprudence asal Belanda di Tilburg Law School, Tilburg University, Prof Maurice Adams.

Baik Susi maupun Maurice mengusulkan evaluasi serius untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi. Jangan sampai peradilan konstitusi akhirnya hanya dianggap sebagai perpanjangan tangan manuver politik parlemen.

Tags:

Berita Terkait