Masukan Asosiasi Pengusaha untuk Omnibus Law RUU Perpajakan
Berita

Masukan Asosiasi Pengusaha untuk Omnibus Law RUU Perpajakan

Apindo dan Kadin merespon positif dan mendukung penyusunan omnibus law RUU Perpajakan yang menopang kemudahan berusaha demi iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Pemerintah telah mensosialisasikan omnibus law RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian ke sejumlah asosiasi pengusaha. Salah satu ketentuan yang menjadi sorotan tentang mekanisme cara pemerintah pusat dapat mengintervensi penentuan tarif pajak daerah dan retribusi daerah yang dipandang tidak fair atau memberatkan masyarakat.

 

“Contohnya pajak bumi bangunan (PBB). Kalau PBB sudah naik, ya sudah tidak ada yang bisa mengontrol,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Anggaran di Komplek Gedung Parlemen, Senin (3/2/2020). Baca Juga: Omnibus Law Perpajakan Bakal Intervensi Aturan Pajak di Daerah

 

Pengaturan mekanisme tata cara intervensi kebijakan penentuan tarif sebelumnya tak ada dalam berbagai UU yang mengatur tentang perpajakan. Seperti, UU No. 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP); UU No.42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kemudian UU No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan hingga UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

 

Selain itu, tentang penurunan tarif yang semula hanya wacana, dalam omnibus law RUU Perpajakan pemerintah serius bakal mengatur soal penurunan tarif pajak. Menurutnya, kalangan pengusaha merespon positif sejumlah pengaturan yang menopang kemudahan berusaha melalui omnibus law perpajakan ini.

 

“Penurunan tarif itu akan dimasukan dalam substansinya omnibus law perpajakan. Kemudian masalah deviden yang nantinya tidak dikenakan dua kali. Ini menurut saya perkembangan yang cukup bagus,” ujarnya.

 

Namun begitu, Apindo merekomendasikan beberapa hal substansi dalam omnibus law perpajakan. Pertama, konsistensi regulasi perpajakan di segala tingkatan, mulai UU, peraturan pemerintah, peraturan menteri, hingga peraturan direktorat jenderal perpajakan. Kedua, mendorong peningkatan rasio perpajakan yakni mencakup sektor-sektor usaha yang belum dikenakan pajak.

 

Ketiga, penerapan online tax system secara penuh diiringi penyederhanaan dokumen administratif yang mudah dimengerti wajib pajak, pengusaha, serta seluruh masyarakat. Keempat, peningkatan kapasitas aparatur pajak. Kelima, penyetaraan tingkat pengenaan pajak dengan standar negara-negara kompetitor Asean di bawah 20 persen untuk tujuannya agar meningkatkan daya tarik investor domestik.

 

Keenam, maksimalisasi ekstensifikasi perpajakan melalui peningkatan tax compliance/ tax obedience dengan penambahan wajib pajak baru. Ketujuh, finalisasi proses revisi UU KUP, UU tentang PPh, UU PPN, serta UU Pengadilan Pajak. Kedelapan,penyederhanaan persyaratan untuk mendapatkan insentif kebijakan perpajakan secara tepat sasaran bagi peningkatan penerimaan perpajakan.

 

Secara umum, omnibus law tentang RUU Perpajakan memuat beberapa hal yakni tentang pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha serta fasilitas. Prinsipnya, dunia usaha merespon positif terhadap sejumlah poin kebijakan perpajakan yang bakal dimuat dalam omnibus law RUU Perpajakan.

 

Menurut dia, dunia usaha umumnya menilai secara substansi omnibus law RUU Perpajakan telah merespon harapan dunia usaha, seperti penurunan tarif PPh badan secara bertahap. Selain itu, dunia usaha berharap pemerintah memperhatikan faktor-faktor nonperpajakan yang menjadi perhatian utama investor. Seperti ketenagakerjaan, perizinan usaha, dan kepastian hukum.

 

Harapan lain dunia usaha, adanya keseimbangan antara kebijakan perpajakan yang responsif dengan kebijakan nonperpajakan yang tepat sasaran, sehingga dampak yang dihasilkan terasa signifikan. Tak kalah penting, perlu ada rasionalisasi tarif pajak daerah yang diatur pemerintah pusat “Agar kebijakan pemerintah daerah dapat sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat demi menciptakan kepastian hukum,” tegasnya.

 

Iklim usaha kondusif

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan P Roeslani berpandangan tujuan omnibus law perpajakan sejatinya meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor. Kemudian, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta adanya kepastian hukum dan mendorong minat warga asing bekerja di Indonesia yang dapat melakukan alih keahlian dan serta pengetahuan bagi peningkatan sumber daya manusia Indonesia.

 

“Tak kalah penting, mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri,” kata Rosan. Baca Juga: Apindo Optimis Kebijakan Omnibus Law Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

 

Kadin, kata Rosan, mendukung penuh pemerintah dalam merumuskan pengaturan omnibus law RUU Perpajakan. Melalui omnibus law perpajakan pemantik bagi Indonesia agar dapat bersaing dari aspek perpajakan dengan negara lain. Menurut Rosa, Kadin bakal mengawal dan memberi masukan dalam perumusan peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri keuangan.

 

Menurutnya, dalam omnibus law perpajakan mengatur tentang pengurangan PPh badan untuk meningkatkan daya saing menjadi 20 persen. Sebab, Indonesia saat ini dalam statutory tax rate PPh badan dengan persentase 25 persen. Melalui pengaturan pengurangan PPh badan setidaknya dapat mendorong dunia usaha untuk lebih berinvestasi lebih banyak.

 

Negara

Statutory Tax Rate PPh Badan

Singapura

17%

Brunei Darussalam

18,50%

Thailand

20%

Vietnam

20%

Kamboja

20%

Malaysia

24%

Laos

24%

Indonesia

25%

Myanmar

25%

Filipina

30%

Asean

23,50%

OECD

23,69%

Sumber: Uni of Leiden dalam CITA, 2019

 

Kadin berharap pemerintah dapat mencari sumber pendapatan baru dan efisiensi/efektifitas  belanja negara. Dalam jangka panjang, investasi yang naik berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan menjadi lebih produktif serta meningkatkan pendapatan negara. “Namun kami menyadari, omnibus law ini bukan segala-galanya,” ujarnya.

 

Menurutnya, reformasi kebijakan perpajakan sangat penting melalui omnibus law dan perlu melanjutkan beberapa hal. Pertama, pajak yang lebih sederhana dan transparan. Kedua, memperluas basis data pajak, mengurangi tarif dan perbedaan tarif. Ketiga, koordinasi kalibrasi pajak pusat dan daerah. Keempat, reformasi administrasi perpajakan.

 

Selain itu, penyederhanaan regulasi dan perbaikan kelembagaan serta pengaturan pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif. Kemudian masih diperlukan reformasi sektor lain secara berkelanjutan tentang perpajakan. “Karena reformasi ini bersifat dinamis, dan masih diperlukan reformasi lainnya secara berkelanjutan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait