Masuki Era Digital, BPSK Diminta Anut Konsep Online Dispute
Berita

Masuki Era Digital, BPSK Diminta Anut Konsep Online Dispute

Dari 200 BPSK yang tersedia di seluruh Indonesia, hanya 70 BPSK yang tercatat aktif memberikan pelayanan kepada konsumen.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

“Sekarang BPSK yang aktif itu baru 70-an itu belum apa-apa dari semua jumlah yang harusnya ada. Harusnya BPSK ada di semua kaupaten dan kota di Indonesia kecuali DKI Jakarta yang BPSK ada di Provinsi. BPSK ini harusnya di bina oleh pemerintah supaya lebih responsif, jadi bukan berarti menjemput sengketa tapi harus dimudahkan seperti OJK yang pengadu diberi password,” tambahnya.

 

(Baca: Napak Tilas 20 Tahun UU Perlindungan Konsumen)

 

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti beberapa hal mengenai perlindungan konsumen di Indonesia. Ketua YLKI Tulus Abadi menyampaikan ada tiga hal yang masih menjadi catatan bagi pemerintah terkait perlindungan konsumen.

 

Pertama, keberadaan UUPK dinilai belum cukup ampuh memberikan perlindungan pada konsumen. Hal ini disebabkan pemerintah belum serius menjadikan UUPK sebagai basis hukum untuk melindungi dan memberdayakan konsumen. Rendahnya Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang masih bertengger pada skor 40,41 adalah buktinya.

 

Kedua, jika disandingkan dengan derasnya gempuran era digital ekonomi, rendahnya IKK di Indonesia adalah hal ironis. Sebab rendahnya IKK berkelindan dengan rendahnya literasi digital konsumen. Pantaslah jika konsumen Indonesia saat ini ada kecenderungan menjadi korban produk-produk ekonomi digital, seperti e-commerce dan finansial teknologi. Hal ini ditandai dengan tingginya pengaduan konsumen di YLKI terkait produk ekonomi digital tersebut.

 

Dan ketiga, Tulus menambahkan lebih ironis manakala pemerintah masih abai terhadap upaya melindungi konsumen terhadap produk produk ekonomi digital tersebut. Hal ini dibuktikan dengan masih mangkraknya RPP tentang belanja online.

 

Oleh karena itu, lanjut Tulus, pemerintah harus menjadikan Harkonas sebagai momen untuk meningkatkan keberdayaan konsumen Indonesia, yang ditandai dengan meningkatnya skor IKK. Terkait hal ini, dan dalam konteks hasil pilpres dan pemilu legislatif, lima tahun ke depan pemerintah harus menjadikan isu perlindungan konsumen dan indeks keberdayaan konsumen menjadi arus utama dalam mengambil kebijakan yang berdampak terhadap konsumen.

 

Tags:

Berita Terkait