Melihat Cara Mengajukan Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan
Utama

Melihat Cara Mengajukan Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan

Perma ini bentuk dukungan MA agar kepentingan terbaik bagi anak tetap dapat dipastikan dalam permohonan dispensasi kawin yang diajukan anggota masyarakat termasuk yang tidak mampu membayar biaya perkara.

Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit

Dalam persidangan, hakim menggunakan bahasa dan metode yang mudah dimengerti, hakim dan panitera pengganti dalam memeriksa anak tidak memakai atribut persidangan. Dalam persidangan, hakim harus memberi nasihat kepada pemohon, anak, calon suami/isteri dan orang tua/wali calon suami/isteri. Nasihat yang disampaikan hakim terkait kemungkinan berhentinya pendidikan bagi anak; keberlanjutan anak dalam menempuh wajib belajar 12 tahun; belum siapnya organ reproduksi anak; dampak ekonomi, sosial dan psikologis bagi anak; dan potensi perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Hakim pun harus mendengar keterangan anak yang dimintakan dispensasi kawin; calon suami/isteri yang dimintakan dispensasi kawin; orang tua/wali anak yang dimohonkan dispensasi kawin; dan orang tua/wali calon suami/isteri. Hakim harus mempertimbangkan keterangan para pihak. “Hakim yang tidak mendengarkan keterangan para pihak mengakibatkan penetapan batal demi hukum,” demikian bunyi Pasal 13 ayat (3) Perma 5/2019 ini.

Dalam pemeriksaan di persidangan, hakim perlu mengidentifikasi anak yang diajukan dalam permohonan mengetahui dan menyetujui rencana perkawinannya; kondisi psikologis, kesehatan dan kesiapan anak melangsungkan perkawinan dan membangun kehidupan rumah tangga; dan paksaan psikis, seksual atau ekonomi terhadap anak dan/atau keluarga untuk kawin atau mengawinkan anak.

Lalu, saat memeriksa anak yang dimohonkan dispensasi kawin, hakim dapat mendengar keterangan anak tanpa kehadiran orang tua; mendengar keterangan anak melalui pemeriksaan komunikasi audiovisual jarak jauh di pengadilan setempat atau ditempat lain; menyarankan agar anak didampingi pendamping; meminta rekomendasi dari psikolog atau dokter/bidan, pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, pusat pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak (P2TP2A), Komisi Perlindungan Anak Indonesia/Daerah (KPAI/KPAD); dan menghadirkan penerjemah/orang yang biasa berkomunikasi dengan anak, dalam hal dibutuhkan.

Pasal 17 Perma No. 5 Tahun 2019 disebutkan hakim dalam penetapan permohonan dispensassi kawin mempertimbangkan perlndungan dan kepentingan terbaik bagi anak dalam peraturan perundang-undangan; hukum tidak tertulis dalam bentuk nilai-nilai hukum, kearifan lokal, dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat; dan konvensi dan/atau perjanjian internasional terkait perlindungan anak.

“Terhadap penetapan dispensasi kawin hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi,” begitu bunyi Pasal 19 Perma ini.  

Hakim yang mengadili permohonan dispensasi kawin adalah hakim yang sudah memiliki surat keputusan ketua MA sebagai hakim anak, mengikuti pelatihan dan/atau bimbingan teknis tentang perempuan berhadapan dengan hukum. Atau bersertifikat sistem peradilan pidana anak atau berpengalaman mengadili permohonan dispensasi kawin. Jika tidak ada hakim dengan persyaratan tersebut, setiap hakim dapat mengadili permohonan dispensasi kawin.

Tags:

Berita Terkait