Melihat Pengaturan Kewenangan Jaksa Agung Mengelola Aset dalam RUU Perampasan Aset
Terbaru

Melihat Pengaturan Kewenangan Jaksa Agung Mengelola Aset dalam RUU Perampasan Aset

Tugas pengelolaan aset itu meliputi penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengembalian aset tindak pidana.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Jaksa agung dapat melakukan pemindahtanganan aset tindak pidana baik sebelum dan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pemindahtanganan aset dapat dilakukan melalui penjualan aset tindak pidana. Penjualan aset tindak pidana sebelum adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dilakukan atas permintaan penyidik atau jaksa pengacara negara. Penjualan aset tindak pidana oleh jaksa agung dilakukan melalui kantor lelang negara.

“Hasil lelang aset tindak pidana disetor langsung ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak,” sebagaimana diatur Pasal 56 ayat (5) RUU.

Dalam hal aset tindak pidana tidak terjual setelah dilakukan lelang, aset tersebut dinyatakan sebagai barang milik negara. Pengelolaan aset dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan barang milik negara. Untuk aset tindak pidana yang dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dapat dilakukan penggunaan atau pemanfaatan setelah jaksa agung memperoleh persetujuan dari menteri Keuangan.

Penggunaan atau pemanfaatan aset rampasan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan umum. Pengembalian aset tindak pidana terhadap pihak ketiga atau pihak lain baik sebagian maupun seluruhnya, dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Nah, jika aset tindak pidana itu sudah dipindatangankan oleh negara, pengembaliannya dilakukan sebesar nilai aset tindak pidana ketika dipindahtangankan. Pengembalian aset tindak pidana itu dinyatakan gugur karena daluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 tahun sejak tanggal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam pengelolaan aset ini, RUU memandatkan jaksa agung untuk membangun sistem informasi aset tindak pidana berbasis elektronik yang terintegrasi untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan aset. Sistem informasi aset tindak pidana berbasis elektronik terintegrasi ini paling sedikit memuat 10 informasi. Pertama, jenis aset tindak pidana. Kedua, nilai aset tindak pidana. Ketiga, status aset tindak pidana.

Keempat, ringkasan kasus posisi. Kelima, surat perintah pemblokiran/penyitaan. Keenam, lokasi fisik penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan aset tindak pidana. Ketujuh, pendapatan yang diterima dari hasil pemeliharaan aset tindak pidana. Kedelapan, biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan aset tindak pidana. Kesembilan, informasi mengenai aset tindak pidana yang dilakukan lelang, termasuk nilai hasil penjualan lelang. Kesepuluh, inforrmasi mengenai putusan atas aset tindak pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Jaksa agung bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengelolaan aset dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas pengelolaan aset secara berkala setiap 6 bulan kepada Presiden. Pertanggungjawaban itu dilakukan dengan cara menerbitkan laporan kinerja dan pertanggungjawaban keuangan terkait pengelolaan aset.  Menerbitkan laporan tahunan pengelolaan aset, dan membuka akses informasi pengelolaan aset.  Lebih lanjut ketentuan mengenai tata cara pengelolaan aset ini diatur melalui Peraturan Pemerintah.

Tags:

Berita Terkait