Melihat Pertimbangan Hukum Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu
Terbaru

Melihat Pertimbangan Hukum Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu

Majelis hakim PN Jakpus terlampau berani memutus sesuatu yang terang-benderang. KPU mesti menyusun memori banding yang kuat argumentasi secara hukum. Sejatinya putusan tersebut mudah dipatahkan sepanjang PT DKI Jakarta dan MA (MA) konsisten dan tegak lurus menegakkan hukum.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Baginya, putusan PN Jakpus menjadi satu pintu dari sejumlah desakan agar menunda pemilu. Sebab sudah sejumlah pihak yang mewacanakan penundaan pemilu maupun perrpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Sejatinya, putusan 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst mudah dipatahkan argumentasinya sepanjang PT DKI Jakarta  dan Mahkamah Agung (MA) konsisten dan tegak lurus menegakkan hukum. Dengan kata lain, MA  tegak lurus memahami putusan 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, keliru.

Terutama  soal penundaan pemilu yang berdampak terhadap terganjalnya proses demokrasi per lima tahunan. Dia yakin sepanjang PT DKI Jakarta dan MA tegak lurus, putusan 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, dipastikan dibatalkan. “Kalau PT dan MA-nya clear ya tidak ada yang main-main di situ, berjalan lurus dan sebagainya sangat mudah untuk menyatakan Petitum tersebut atau amar tersebut akan dibatalkan,” katanya.

Tapi politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu masih melihat aneh soal dikabulkannya atas putusan serta merta sebagiamana dalam amar putusan nomor 6. Amar putusan nomor 6 menyebutkan, “Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)”.

Nah, status putusan tersebut di mata majelis hakim PN Jakpus dapat dilaksanakan, kendatipun ada proses upaya hukum banding maupun kasasi. Menariknya putusan ‘serta-merta’, menurut Tobas jarang diterbitkan, kecuali terdapat situasi darurat dan mendesak. Selain itu, putusan ‘serta-merta’ pun menjadi pertanyaan lanjutan.

“Apakah sebenarnya putusan ini hanya sekedar ingin ganggu-ganggu saja, untuk kemudian gerakan-gerakan lain untuk menunda pemilu ini tetap berjalan ataukah ya memang ini karena ketidaktahuan,” imbuhnya.

Mantan Direktur Bantuan Hukum dan Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu mengingatkan agar semua pihak waspada saat adanya dorongan penundaan pemilu. Pasalnya terdapat banyak cara yang dapat ditempuh. Menurutnya putusan tersebut hanya ‘alat’ untuk menjustifikasi ketika ada persoalan  tahapan pemilu, maka dapat dilakukan penundaan.

Hanya saja, aturan dalam konstitusi pelaksanaan pemilu per 5 tahunan sudah jelas dan tegas. Makanya sekalipun putusan PN Jakpus dianggap harus dilaksanakan, menjadi pertanyaan soal bagaimana mengeksekusinya. Khususnya soal menghentikan tahapan pemilu dan memulai dari awal 2 tahun, 4 bulan 7 hari. Tapi yang pasti, putusan tersebut non executable. Sebab putusan tersebut perdata yang bersifat mengikat para pihak. Namun bila eksekusinya malah berakibat pada pelanggaran konstitusi, menjadi non executable

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait