Melihat Sulitnya Menembus Tembok Kartel di Indonesia
Kolom

Melihat Sulitnya Menembus Tembok Kartel di Indonesia

Aktivitas kartel memaksa para pelakunya untuk “tertutup” agar para pelaku dapat mempertahankan dominasi pada masing-masing pasar dengan tujuan untuk tetap memperkecil kemungkinan adanya persaingan dari pihak lain.

Bacaan 6 Menit
Fikri Aulia Assegaf. Foto: Istimewa
Fikri Aulia Assegaf. Foto: Istimewa

Kartel merupakan tindakan yang sudah di kenal di hukum persiangan usaha di Indonesia. Istilah Kartel sendiri di atur dalam Pasal 11 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999), dimana secara singkat kartel dapat diartikan sebagai aktivitas yang dapat mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang atau jasa sehingga menimbulkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Kartel merupakan suatu tindakan yang berpotensi besar dapat merusak kompetisi dalam pasar perdagangan karena dapat menyebabkan adanya entry barrier bagi pelaku usaha lainnya.

Dalam pasar tersebut, bahkan kartel dapat berpotensi merusak perekonomian bangsa karena dapat menimbulkan adanya hambatan untuk berinovasi, hambatan adanya investor baru, inefesiensi produksi dan inefesiensi alokasi. Secara garis besar, aktivitas kartel merupakan tindakan yang dilakukan oleh lebih dari satu pelaku usaha dimana para pelaku usaha dalam satu pasar yang relevan memiliki kesepakatan untuk menetapkan harga, mengatur harga dan menentukan pasar dengan tujuan mendominasi pasar. Dengan begitu konsumen hanya memiliki pilhan yang lebih sedikit di pasar, sehingga dengan otomatis akan memilih produk dari para pelaku kartel tersebut. Tindakan kartel umumnya dilakukan dengan kesepakatan tertulis dan di rencanakan begitu matang oleh para pelakunya.

Melihat karakteristiknya yang sangat rapih, aktivitas kartel memaksa para pelakunya untuk kompak untuk sama-sama “tertutup”, sehingga akan sangat sulit untuk melihat adanya “kerjasama yang terlarang” dalam suatu perdagangan. Bayangkan, jika suatu pasar memiliki skala yang sangat besar dimana pasar tersebut melibatkan supply chain yang rumit bahkan mengikutsertakan pelaku usaha asing di dalamnya, dimana seluruh pelaku usaha dalam jaringan tersebut berhasil untuk menyembunyikan bukti dan “memainkan” pasar seperti tidak ada masalah di dalamnya.

Baca juga:

Melihat dari gambaran tersebut, tidak heran jika penanganan kartel memerlukan extraordinary enforcement dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Indonesia. Namun demikian, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah penanganan yang sudah tersedia saat ini efektif untuk memberantas praktik kartel di Indonesia? Atau justru malah KPPU mengalami hambatan dalam proses investigasi penanganan kartel?

Menjawab pertanyaan di atas, kiranya perlu untuk memahami secara singkat tentang latar belakang metode penanganan kartel di Indonesia. UU No.5/1999 sepatutnya dijadikan landasan hukum untuk dapat mengatur prosedur penanganan kartel oleh KPPU. Akan tetapi ketentuan yang diatur dalam UU No.5/1999 sangat terbatas dan tidak memberikan penjelasan tentang penanganan prosedur investigasi maupun penyelesaian perkara kartel, bahkan tidak ada prinsip-prinsip khusus yang dicantumkan dalam UU No.5/1999 terhadap isu ini. Hal ini terjadi karena UU No.5/1999 lahir pada masa reformasi sehingga proses pembuatan dan/atau pembahasan UU No.5/1999 dilakukan secara singkat yang menyebabkan pengaturannya pun menjadi sumir.

Lebih lanjut, dengan latar belakang UU No.5/1999 yang seperti itu menghasilkan peraturan-peraturan turunannya yang terus menjadi sorotan tidak terkecuali ketentuan terkait dengan penanganan kartel. Khusus untuk kartel, metode pemberantasannya pun sangat unik karena pendekatan untuk memberantas praktik kartel dalam ketentuan yang ada sangat ambigu, sebab alat bukti yang digunakan dalam pemberantasan kartel terdiri dari dua dimensi yaitu alat bukti yang dikenal dalam Hukum Acara Pidana dan alat bukti yang dikenal dalam Hukum Acara Perdata. Dikatakan dua dimensi karena pada saat proses investigasi, KPPU dapat menggali bukti-bukti dengan berdasarkan alat-alat bukti yang dikenal dalam Hukum Acara Pidana salah satunya yang sering kali digunakan adalah alat bukti petunjuk (dengan melihat pergerakan pasar yang relevan). Sedangkan jika para pelaku dugaan kartel mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU, maka keberatan tersebut akan diperiksa di pengadilan berdasarkan Hukum Acara Perdata dimana ketentuan alat buktinya tunduk kepada ketentuan Hukum Acara Perdata.

Tags:

Berita Terkait