Memahami Aturan Pelaksana Sektor Minerba Pasca UU Cipta Kerja
Utama

Memahami Aturan Pelaksana Sektor Minerba Pasca UU Cipta Kerja

Klaster minerba pada UU Cipta Kerja tidak berubah signifikan karena telah diatur sebelumnya dalam UU 3/2020 tentang Minerba sebagai revisi UU 4/2009.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Idris menjelaskan kegiatan PNT batubara yang dilakukan sendiri atau bekerjasama dengan badan usaha. Dalam kegiatan PNT dengan kerja sama harus memenuhi ketentuan ketentuan kepemilikan saham secara langsung paling sedikit 15 persen pada badan usaha yang melakukan kegiatan PNT batubara. Sedangkan, skema kerjasama operasi (KSO) dengan badan usaha lain dengan kepemilikan saham secara bertahap paling sedikit 15 persen sesuai perjanjian kerjasama.

Nantinya, Kepemilikan saham pada badan usaha lain tidak bisa terdilusi kurang dari 15 persen. Serta, pemegang IUP/IUPK yang bekerjasama dengan badan usaha pelaksana PNT wajib menyediakan pasokan batubaranya.

Dalam RPermen ESDM tersebut, rencananya jangka waktu pemberian insentif berupa pengenaan royalti sebesar 0 persen diberikan selama masa operasi fasilitas peningkatan nilai tambah batubara sesuai dengan persetujuan Menteri ESDM. Pengenaan kepada pemegang IUP tahap kegiatan operasi produksi, IUPK tahap kegiatan operasi produksi, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dilaksanakan dengan formula tarif royalti 0 persen dikalikan volume tonase batubara yang digunakan untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batubara dikalikan harga jual.

Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Tunggul Purusa Utomo, menyampaikan PP 25/2021 hanya memuat 1 pasal yang secara khusus mengatur terkait kegiatan usaha pertambangan minerba yaitu Pasal 3 yang secara garis besar membebaskan pembayaran royalti terhadap perusahaan tambang batubara yang melakukan kegiatan PNT di dalam negeri.

Tunggul menjelaskan tantangan implementasi ketentuan PP 25/2021 dalam kegiatan usaha pertambangan minerba antara lain perlu adanya peningkatan penggunaan batubara dalam negeri. “Untuk dapat mendorong pelaksanaan hilirisasi batubara secara optimal, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas penggunaan batubara/produk batubara dalam negeri untuk dapat menjamin kepastian pembeli bagi para pelaku usaha tambang batubara,” jelas Tunggul.

Tantangan lain dalam peningkatan kemampuan teknologi. Tunggul menjelaskanuntuk dapat mengoptimalkan pelaksanaan alih teknologi hilirisasi  batubara, Indonesia perlu untuk melanjutkan dan meningkatkan kerjasama dengan para pemain industri pertambangan dunia.

Selain itu, tantangan juga dipengaruhi pihak luar karena hilirisasi batubara secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah realisasi ekspor batubara ke luar negeri. Hal ini berpotensi untuk memicu tekanan dan tantangan dari pihak asing.

“Hal serupa saat ini sedang terjadi di mana Uni Eropa telah mengajukan gugatan ke WTO sehubungan dengan kebijakan Indonesia mengenai larangan ekspor bijih nikel yang dianggap mempengaruhi kepentingan negara-negara di Kawasan Uni Eropa,” jelas Tunggul.

 

Tags:

Berita Terkait