Memahami Penerapan Tanda Tangan Elektronik dalam Transaksi Bank Digital
Utama

Memahami Penerapan Tanda Tangan Elektronik dalam Transaksi Bank Digital

Masyarakat harus mengubah cara pandang dari konvensional. Saat ini, teknologi informasi menjadi inti bisnis suatu layanan usaha.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

Dasar hukum Tanda Tangan Elektronik terdapat pada Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Peraturan Pemerintah 82/2012 tentang Penyelengaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Dasar hukum tersebut hanya mengatur Tanda Tangan Elektronik karena TTE yang membuat dokumen elektronik menjadi sah. Dan syarat sah Tanda Tangan Elektronik (TTE) berbeda dengan syarat sah tanda tangan basah sehingga mereka tidak dapat bertukar peran.

Sama halnya dengan tanda tangan basah, TTE dapat memberikan nilai hukum pada dokumen kertas karena tanda tangan basah mampu memberikan jaminan sehingga dokumen kertas dapat dijaga keaslian dokumen elektronik. Hanya saja, semua proses dilakukan tanpa saksi fisik dan tanpa verifikasi visual.

Riki menjelaskan TTE didukung oleh teknologi infrastruktur kunci publik yang mampu memberikan jaminan keamanan, keutuhan, nirsangkal dan identitas terhadap dokumen elektronik. Kemudian, dia juga menekankan pentingnya selalu menjaga kerahasiaan file private key, pentingnya memiliki TTE pada setiap dokumen legal agar dapat dipercaya. Perlunya TTE pada transaksi elektronik, untuk menjamin hanya pemilik tanda tangan yang bisa melakukan transaksi.

Sementara itu, Maria menjelaskan dalam perbankan digital menerapkan e-KYC untuk mengidentifikasi, verifikasi dan pemantauan yang dilakukan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk memastikan transaksi sesuai dengan profil, karakteristik, dan/atau pola transaksi calon nasabah/nasabah/walk in customer. Penerpan ini diperlukan untuk menghindari Pencucian Uang/AML dan Pendanaan Terorisme (APU PPT), Penipuan/Fraud. Penerapannya dilakukan saat on boarding calon nasabah, transaksi keuangan dengan nilai RP100 juta atau lebih, transfer dana, transaksi mencurigakan, adanya keraguan atas informasi yang diberikan.

Pengaturan E-KYC di Indonesia diatur dalam POJK No.12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program APU-PPT di Sektor Jasa Keuangan (sebagaimana diubah) (“POJK 12/2017”) dan POJK No.12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum (“POJK 12/2018”).

Dalam rangka melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah, PJK wajib melakukan proses verifikasi melalui pertemuan langsung (Face to Face) yang dapat digantikan dengan verifikasi melalui sarana elektronik milik PJK atau pihak ketiga yang telah mendapatkan persetujuan dari OJK. Verifikasi fisik dikecualikan apabila verifikasi dilakukan melalui proses dan sarana elektronik milik PJK misalnya Video Banking dan/atau milik calon vasabah misalnya HP nasabah; dan verifikasi wajib memanfaatkan data kependudukan yang memenuhi 2 (dua) faktor otentikasi yang terdiri dari What You Know (PIN, password, informasi didalam KTP), What You Have (KTP, chip-based card, token, tanda tangan elektronik), What You Are (data biomatrik: sidik jari, voice and iris recognition).

Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang tetap dan akibat hukum yang sah apabila memenuhi persyaratan seperti tertulis pada Pasal 11 UU ITE. Dalam transaksi Perbankan Digital yang dilakukan tanpa melalui tatap muka, tanda tangan elektronik hadir sebagai instrumen yang dapat memastikan keabsahan transaksi yang dilakukan oleh para pihak.

Tags:

Berita Terkait