Memastikan Integritas Dokumen Sebagai Bukti dalam Persidangan Elektronik
Utama

Memastikan Integritas Dokumen Sebagai Bukti dalam Persidangan Elektronik

Masih perlu mencocokkan dokumen elektronik dengan dokumen fisik sebagai upaya menjaga keaslian dokumen sebagai alat bukti. Bila perlu melibatkan tenaga ahli teknologi informasi agar bisa meyakinkan hakim.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Hakim Agung Syamsul Maarif dalam sebuah diskusi virtual berjudul Pemeriksaan Elektronik dalam Perkara Persaingan Usaha: Solusi atau Masalah?, Kamis (31/3/2022). Foto: RFQ
Hakim Agung Syamsul Maarif dalam sebuah diskusi virtual berjudul Pemeriksaan Elektronik dalam Perkara Persaingan Usaha: Solusi atau Masalah?, Kamis (31/3/2022). Foto: RFQ

Sejak berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2019 tentang Adminsitrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (e-Court-Litigation untuk perkara perdata, agama, TUN) sebagai bagian merespons perkembangan digital termasuk menghadapi situasi pandemi Covid-19. Terdapat hal penting yang tak boleh diabaikan dalam sistem persidangan secara elektronik ini yakni soal integritas dokumen yang menjadi alat bukti dalam persidangan perkara, khususnya dalam perkara khusus persaingan usaha.

Hakim Agung Syamsul Maarif mengatakan integritas dokumen yang dijadikan bukti dalam sebuah persidangan perkara perdata menjadi bagian yang tak terpisahkan. Semua dokumen perkara berbasis elektronik yang diunggah melalui sistem informasi pengadilan (SIP) haruslah dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

“Atau istilahnya,integritas dokumen. Jadi dokumennya asli, tidak ada tambahan,” ujar Hakim Agung Syamsul Maarif dalam sebuah diskusi virtual bertajuk “Pemeriksaan Elektronik dalam Perkara Persaingan Usaha: Solusi atau Masalah?”, Kamis (31/3/2022).

Dia menerangkan penggunaan domisili elektronik bukanlah domisili elektronik sementara, tapi domisili elektronik para pihak yang telah terverifikasi. Hal tersebut telah tertuang secara jelas dalam Perma 1/2019. Begitu pula, terhadap semua bukti dalam bentuk dokumen yang diunggah para pihak dalam SIP harus melalui proses verifikasi (agar bisa dipastikan keasliannya, red).

Caranya, mencocokan keaslian dokumen elektronik hasil unggahan melalui sistem informasi pengadilan dengan dokumen fisik aslinya. Ia mengaku pernah melakukan studi banding di beberapa negara. Salah satunya dengan negara Singapura yang mengimplementasikan pencocokan dokumen tidak mengharuskan datang ke pengadilan secara fisik.

Baca:

Misalnya, ketika hakim melakukan pemeriksaan sidang secara jarak jauh, menggunakan bantuan dari tenaga ahli informasi dan teknologi agar memastikan kebenaran dokumen elektronik dengan dokumen fisiknya. Nantinya, pendapat tenaga ahli teknologi informasi ini bisa membantu meyakinkan hakim terkait keaslian dokumen elektronik. Makanya di Singapura pemeriksaan atau mencocokkan dokumen elektronik dengan dokumen asli tak memerlukan kehadiran fisik pihak berperkara di pengadilan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait