Menakar "Harga" Saksi Ahli
Berita

Menakar "Harga" Saksi Ahli

Dokter forensik Mun'im Idries menolak menjadi saksi ahli pada persidangan PK Muhammad Siradjuddin alias Pak De (25/2). Alasannya, Mun'im tidak dibayar ketika memberi kesaksian. Bagaimanakah sebenarnya aturan mengenai pembayaran bagi saksi ahli.

Nay/APr
Bacaan 2 Menit

Menurut Tarwo, selama ini kejaksaan tidak pernah memberi bayaran bagi para saksi ahli yang mereka datangkan. "Karena merasa sebagai warganegara yang menjunjung tinggi hukum, maka ia merasa perlu datang. Selama ini, penggantian dana bagi saksi dialokasikan di pengadilan," ujar Tarwo.

Namun, Humas sekaligus hakim di PN Jakarta Selatan, Soedarto, mengatakan bahwa saat ini di pengadilan sudah tidak ada anggaran untuk biaya saksi pada perkara pidana. Menurut Sudarto, berdasarkan informasi yang diterimanya, saat ini anggaran untuk saksi itu ada pada kejaksaan. Alasannya, jaksalah yang memanggil saksi.

"Dulu, sekitar lima enam tahun yang lalu memang di pengadilan ada mata anggaran saksi untuk perkara pidana, tapi sekarang sudah beralih ke kejaksan," ujar Sudarto kepada hukumonline.  Biaya saksi yang dianggarkan pada saat itu dimaksudkan hanya untuk pengganti biaya transportasi saksi.

Standarisasi

Rudi Satrio, pengajar hukum pidana  FH UI, menyatakan bahwa tidak ada penjelasan lebih lanjut yang mengatur penggantian biaya bagi saksi ahli selain apa yang telah diatur dalam KUHAP. Menurut Rudi, jika saksi ahli harus melakukan penelitian yang membutuhkan biaya untuk memberikan kesaksian, maka sudah sewajarnya biaya itu diganti oleh pihak yang meminta keterangan ahli.

Baik Rudi maupun koleganya di FH UI, Harkristuti Harkrisnowo, sepakat bahwa harus ada ketentuan dan standarisasi yang mengatur biaya bagi saksi ahli. Pasalnya, saksi ahli harus dihargai sebagai seorang profesional yang telah mengorbankan waktu, uang dan tenaganya, serta menyumbangkan keahliannya. "Yang perlu diatur adalah berapa penggantian biaya yang wajar untuk seorang saksi ahli," ujar Rudi.

Pengaturan dan standarisasi ini juga untuk mencegah adanya ketimpangan hukum karena terdakwa atau JPU tidak dapat menghadirkan saksi ahli. Rudi mencontohkan kasus Robot Gedek. Robot yang tersandung kasus sodomi anak-anak ini tidak mampu menghadirkan saksi ahli di persidangan untuk bersaksi tentang kondisi kejiwaannya.

Walaupun Pasal 224 jo. Pasal 522 KUHP menyebutkan bahwa barangsiapa yang tidak memenuhi kewajiban sebagai saksi diancam pidana, menurut Rudi, ancaman pidana itu hanya berlaku jika saksi ahli tidak mau hadir di persidangan. "Jika saksi hadir tetapi menolak memberikan keterangan, maka saksi tersebut tidak bisa dikenai ancaman pidana," kata Rudi kepada hukumonline.

Tags: