Menaker Minta Kepala Daerah Tegas Beri Sanksi yang Langgar Ketentuan THR
Berita

Menaker Minta Kepala Daerah Tegas Beri Sanksi yang Langgar Ketentuan THR

Posko THR 2021 yang dibentuk Kementerian Ketenagakerjaan melibatkan tim pemantau dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dan dari unsur Organisasi Pengusaha anggota Dewan Pengupahan Nasional. Tim pemantau bertugas mengawal jalannya Posko THR 2021 baik di pusat dan di daerah termasuk memberikan saran dan masukan kepada Tim Posko THR 2021.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kementerian Ketenagakerjaan telah membentuk Pos Komando (Posko) Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan tahun 2021. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan posko ini bertujuan memberi pelayanan informasi, konsultasi, dan pengaduan atas pelaksanaan pembayaran THR tahun 2021.  

"Keberadaan Posko THR Keagamaan ini merupakan bentuk fasilitasi pemerintah agar hak pekerja/buruh untuk mendapatkan THR Keagamaan benar-benar bisa dibayarkan sesuai ketentuan yang ada," kata Ida Fauziyah dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/4/2021) kemarin. (Baca Juga: Ingat! Pembayaran THR 2021 Harus Dibayair Penuh Tepat Waktu)

Pelayanan yang diberikan Posko THR dapat dimanfaatkan oleh buruh, pengusaha, dan masyarakat umum. Pelayanan dilakukan secara tatap muka langsung atau luring di ruang pelayanan terpadu satu atap (PTSA) Kementerian Ketenagakerjaan di Jalan Gatot Subroto Kavling 51 Gedung B Lantai 1 Jakarta Selatan. Layanan tatap muka dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan guna mencegah penularan Covid-19. 

Pelayanan juga bisa diakses secara daring melalui laman bantuan.kemnaker.go.id dan call center 1500 630. Posko THR 2021 mulai beroperasi 20 April-20 Mei 2021 pada hari kerja pukul 08.00-15.00 WIB.

Ida menjelaskan Posko THR 2021 melibatkan tim pemantau dari unsur serikat buruh dan organisasi pengusaha anggota Dewan Pengupahan Nasional. Tim pemantau bertugas mengawal pelaksanaan Posko THR 2021. Sekaligus memberikan saran dan masukan kepada Posko mengenai pelaksanaan tugas Posko THR 2021.

“Posko THR 2021 tidak hanya dibentuk di pusat, tetapi juga di Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Pendirian Posko THR di pusat dan daerah in dilakukan agar pelaksanaan koordinasi menjadi lebih efektif,” kata Ida.

Ida berharap posko dapat berjalan sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku serta dapat mendorong tercapainya kesepakatan yang memuaskan buruh dan pengusaha. Dia juga menegaskan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk tegas menjatuhkan sanksi bagi pengusaha yang melanggar ketentuan THR.

Sebagaimana termuat dalam SE Menaker No.M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, wajib memberi THR Keagamaan secara penuh kepada pekerjanya paling lambat H-7 Lebaran. Tapi SE itu memberi ruang bagi perusahaan yang terdampak Covid-19 dan tidak mampu membayar THR tepat waktu untuk membayar THR maksimal H-1 lebaran.

Selain lain, bila tidak mampu, pengusaha harus menjalin dialog untuk mencapai kesepakatan pembayaran THR dengan pekerja. "Pengusaha harus melakukan dialog dengan pekerja untuk mencapai kesepakatan berdasarkan laporan keuangan yang transparan dan dilaporkan secara tertulis kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat sebelum H-7 lebaran," kata Ida.

Melibatkan unsur tripartit

Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, mengatakan pihaknya mengapresiasi Posko THR 2021 karena melibatkan unsur tripartit anggota Dewan Pengupahan Nasional. Melalui posko ini kalangan buruh bisa langsung mengadukan perihal pembayaran THR kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Dengan melibatkan tripartit, diharapkan kerja Posko THR 2021 akan lebih optimal baik di tingkat pusat dan daerah.

Mirah mencatat sedikitnya ada 4 hal tujuan pembentukan Posko THR 2021. Pertama, memberikan pelayanan berupa konsultasi terkait pembayaran THR. Kedua, memantau pelayanan pengaduan. Ketiga, memantau pelaksanaan penegakan hukum. Keempat, melakukan koordinasi terkait hasil pelaksanaan penegakan hukum pembayaran THR. Untuk mengoptimalkan tujuan Posko THR itu peran pengawas ketenagakerjaan sangat penting.

“Persoalan tenaga pengawas ini menjadi masalah klasik yang sepertinya belum optimal ditindaklanjuti Kementerian Ketenagakerjaan. Jika jumlah tenaga pengawas sudah memadai, tentunya pelayanan dan penyelesaian kasus pelanggaran peraturan perundang-undangan dapat lebih cepat terselesaikan,” kata Mirah ketika dikonfirmasi, Kamis (22/4/2021).

Mirah mengusulkan Kementerian Ketenagakerjaan memantau secara khusus perusahaan yang tahun lalu tidak membayar THR sesuai ketentuan. Jangan sampai perusahaan tersebut kembali berulah tahun ini dengan tidak membayar THR sesuai ketentuan. Organisasi pengusaha juga berperan penting untuk mengingatkan dan mengawasi anggotanya dalam menunaikan kewajiban membayar THR.

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, menilai SE No.M/6/HK.04/IV/2021 berpotensi memunculkan ketidakpastian. Surat edaran ini memberi peluang bagi perusahaan yang terdampak Covid-19 dan tidak mampu membayar THR tepat waktu untuk membayar THR paling lambat H-1. Tapi imbauan tersebut membingungkan dan berpotensi sulit dilaksanakan perusahaan karena hanya mengubah waktu pembayaran dari H-7 menjadi H-1.

“Ini tidak membuka ruang bagi perusahaan yang tidak mampu untuk mencicil THR, karena pengusaha tersebut pasti kesulitan mencari dana dalam waktu 6 hari untuk membayar THR,” ujarnya.

Ketika H-1 perusahaan yang tidak mampu itu belum membayar THR, menurut Timboel akan menyulitkan karena H-1 petugas pengawas ketenagakerjaan dan manajemen perusahaan kemungkinan besar sudah libur. Sekalipun pembayaran dilakukan H-1, buruh juga tidak punya waktu lagi untuk menyiapkan kebutuhan untuk merayakan lebaran.

“Dengan fakta ini perubahan waktu pembayaran THR dari H-7 ke H-1, maka peluang pengusaha yang terdampak Covid-19 untuk mengemplang bayar THR akan semakin besar, karena tidak diberi ruang untuk membangun kesepakatan membicarakan termin pembayaran,” ujar timboel.

Mengenai laporan keuangan sebagai bukti perusahaan tidak mampu bayar THR, Timboel mengusulkan seharusnya batas waktu laporan itu paling lambat H-14. Dengan begitu, pengawas ketenagakerjaan punya waktu yang cukup untuk mendorong kesepakatan antara pengusaha dan pekerja untuk pembayaran THR. Sayangnya surat edaran ini tidak menetapkan batas waktu laporan keuangan perusahaan kepada dinas ketenagakerjaan setempat.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan edaran ini sangat dinantikan kalangan pengusaha karena sebagai dasar hukum untuk menjalin kesepakatan dengan buruh terkait pembayaran THR. Bagi perusahaan yang mampu, THR dibayarkan secara penuh dan tepat waktu, tapi bagi pengusaha yang usahanya terdampak pandemi Covid-19 ada 2 opsi yang bisa dilakukan. Pertama, pengusaha membayar THR secara bertahap atau dicicil. Kedua, jika pengusaha sama sekali tidak mampu, pembayaran THR ditunda sebagaimana kesepakatan.

Tapi Sarman menilai ketentuan yang diatur dalam SE THR Tahun 2021 itu mengambang alias tidak tegas. Surat Edaran itu memberikan kesempatan bagi pengusaha yang terdampak pandemi Covid-19 untuk menjalin kesepakatan, tapi ada syarat yakni pembayaran THR paling lambat sebelum hari raya keagamaan. “Edaran ini mengambang, terlihat tidak tegas karena satu sisi mewajibkan pengusaha dan buruh melakukan perundingan untuk mencapai kesepakatan. Tapi diwajibkan juga pembayaran THR dilakukan paling lambat sebelum lebaran (hari raya keagamaan),” kata Sarman ketika dihubungi, Rabu (14/4/2021) kemarin.

Sarman mengusulkan agar Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan melakukan sosialisasi kepada kalangan pengusaha dan buruh terkait SE ini. Sosialisasi itu penting untuk menjelaskan arah dari SE itu agar tidak menimbulkan gejolak dan perselisihan hubungan industrial di perusahaan. Menurut Sarman, selama pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir 2 tahun ini kalangan dunia usaha secara umum masih kesulitan menjalankan usahanya. Misalnya, sektor pariwisata, hotel, restoran, hiburan malam, konstruksi, properti, dan retail sangat terdampak pandemi Covid-19.

Sarman menegaskan pada prinsipnya THR merupakan kewajiban pengusaha. Bagi pengusaha yang mampu, THR harus dibayar secara penuh dan tepat waktu. Tapi bagi pengusaha yang tidak mampu karena terdampak pandemi Covid-19, maka harus ada perundingan dan kesepakatan antara pengusaha dan buruh sesuai dengan kondisi yang dihadapi perusahaan.

“Pengusaha tidak akan lari dari tanggung jawab itu (membayar THR, red), tapi bagi pengusaha yang terdampak pandemi Covid-19 butuh waktu agar cash flow mereka memungkinkan untuk membayar THR,” kata dia .

Sarman melihat kuartal pertama tahun 2021 perekonomian nasional masih minus. Ini artinya perekonomian belum bergerak. Walau pemerintah telah memberikan beragam stimulus dan kebijakan relaksasi untuk dunia usaha, tapi bukan berarti omset dan keuntungan yang dikantongi pengusaha ikut naik. “Jika perekonomian belum pulih, maka tidak akan berdampak signifikan terhadap dunia usaha.”

Tags: