Menanti Kejelasan Nasib Pembahasan RUU PPRT
Terbaru

Menanti Kejelasan Nasib Pembahasan RUU PPRT

Penyebabnya belum adanya kesepahaman di antara pimpinan DPR dan sarat kepentingan politik dalam proses pembahasan RUU PPRT hingga di internal pemerintan pun belum ada pembahasan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya berpendapat belum adanya pemahaman yang sama dari sejumlah pimpinan DPR terkait pentingnya RUU PPRT dalam menghadirkan kepastian perlindungan hak para pekerja rumah tangga. Willy mengakui masih sarat kepentingan politik dari sejumlah partai politik dalam proses pembahasan RUU PPRT. Karenanya nasib RUU PPRT tak mengalami perkembangan. Untuk itu, perlu didorong lebih kencang lagi agar ada kejelasan pengesahan RUU PPRT ini.  

Terpisah, Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar menilai perlu adanya kampanye masif untuk mendorong kejelasan nasib RUU PPRT. Menurutnya, bila terus disuarakan dengan bentuk kampanye membuat pembuat kebijakan bakal bergerak. Dia menyarankan agar kampanye dilakukan dalam dua pekan belakangan terakhir dimaksimalkan. “Ayo kita lakukan kampanye,” ajaknya.

Dia menuturkan ada tiga hal yang menjadi isu pokok dalam RUU PPRT. Pertama, masih adanya perdebatan hubungan kultural dan formal antara PRT dan pemberi kerja. Kedua, belum adanya gerakan dari pemerintah selaku pemegang kebijakan. Ketiga, harus adanya keterlibatan pemerintah daerah terkait dengan upah minimum regional (UMR).

Menurutnya, pemerintah belum membahas sekalipun soal RUU PPRT. Hal ini dibuktikan setelah Muhaimin mengkonfirmasi ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang menyebutkan belum sekalipun dibahas lintas kementerian. Padahal, semestinya ada perhatian khusus di tingkat internal pemerintah.

“Karena kalau di level eksekutif juga bergerak akan lebih cepat. Kalau level eksekutif punya political will maka akan bergerak,” ujarnya.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyinggung Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Permenaker 2/2015 yang sudah mulai dibahas pada periode Kemnaker di bawah kepemimpinan Muhaimin itu menjadi satu-satunya landasan hukum bagi perlindungan pekerja rumah tangga. 

Saat menjabat Menaker, kata dia, terdapat lintas kementerian membahas khusus soal PPRT, tapi sayangnya terhenti. Masalahnya ada kesalahapahaman. Makanya Cak Imin, begitu biasa disapa, mengambil jalan dengan menerbitkan Permenaker 2/2015 itu. “Itu darurat karena saya merasa terlampau lama nunggu (pembahasan) berkepanjangan,” ujarnya.

Dia berharap betul agar adanya penyempurnaan Permenaker 2/2015 maupun payung hukum lainnya menjadi lebih kuat dengan melibatkan kementerian dan lintas sektor. Menurutnya, peraturan tersebut dapat memberikan perlindungan di tengah belum adanya kepastian nasib pembahasan RUU PPRT.

Sebagaimana diketahui, dalam draf RUU PPRT memuat 34 pasal yang mengatur hubungan kerja antara pekerja rumah tangga dengan pemberi kerja. Sejumlah hal yang diatur. Antara lain perjanjian kerja, termasuk kejelasan besaran upah, tunjangan, dan hak cuti. Tak hanya itu, diatur pula soal lembaga penyalur PRT, pendidikan bagi PRT, dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Tags:

Berita Terkait