Mencari Formula Regulasi Jitu dalam Chat GPT dan Artificial Intelligence
Utama

Mencari Formula Regulasi Jitu dalam Chat GPT dan Artificial Intelligence

Kemunculan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam bentuk aplikasi Chat GPT berdampak terhadap sektor pendidikan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ajisatria Suleiman. Foto: Tangkapan layar youtube
Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ajisatria Suleiman. Foto: Tangkapan layar youtube

Penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) seperti layanan Chat Generative Pre-training Transformer (GPT) menjadi perbincangan publik saat ini. Teknologi tersebut dapat membantu penggunanya dalam mengerjakan berbagai hal seperti percakapan, pembuatan jawaban serta teks panjang.

Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ajisatria Suleiman, menyampaikan kemunculan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam bentuk aplikasi Chat GPT turut membawa dampak pada sektor pendidikan. Meski begitu, penggunaannya tidak perlu diregulasi secara resmi pada level nasional atau oleh pemerintah.

Wah kalau pemerintah harus meregulasi suatu produk tertentu, saya rasa tidak umum ya. Tapi mungkin yang dibatasi bisa dari dua hal, pertama adalah pembatasan dari sisi pemanfaatan teknologi. Yang selanjutnya adalah pembatasan dari masing-masing sektor,” Ajisatria dalam keterangannya pada Jumat (24/3/2023).

Ajisatria mencontohkan, pemanfaatan kecerdasan buatan sudah cukup banyak di berbagai bidang. Seperti bidang teknologi biometrik untuk pengenalan wajah. Teknologi tersebut dapat dipergunakan di suatu sektor tertentu, misalnya untuk penegakan hukum. Tapi, kalau untuk pengawasan, penggunaannya dibatasi, bahkan dilarang.

Di Indonesia, penggunaan biometrik terkait dengan data pribadi sehingga diatur dalam UU No.27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Menurutnya, untuk Chat GPT pada sektor pendidikan, bisa dijelaskan ketentuan-ketentuan yang diperbolehkan dan dilarang dalam level nasional. 

“Sebenarnya kalau kalau misalnya suatu industri tertentu sektor dapat meregulasi dirinya sendiri. Sebenarnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk campur gitu. Contohnya kalau tadi kita berbicara di sektor pendidikan, misalnya ada ada yang mengatakan bahwa Chat GPT dilarang di dalam ujian, maka pengaturannya bisa diserahkan ke sekolah masing-masing,” lanjutnya.

Baca juga:

Dengan demikian, pemerintah tidak perlu dibebankan untuk mengatur Chat GPT. Sebab penggunaannya bergantung kepada sektornya dan bergantung pada pemanfaatannya. Pengaturannya juga tidak harus dari pemerintah. Terkait kehadiran kecerdasan buatan dan dampaknya kepada kehidupan secara umum, Ajisatria mengatakan kemunculan Chat GPT hanyalah awal dari revolusi kecerdasan buatan itu sendiri. Tidak tertutup kemungkinan bakal muncul berbagai bentuk teknologi kecerdasan buatan lainnya.

Menurutnya, hal ini harus disikapi secara serius oleh berbagai pihak. Seperti dari sisi ketenagakerjaan, semua pemangku kepentingan harus memikirkan keahlian apa yang diperlukan untuk mengembangkan diri supaya tidak ketinggalan dari sisi fungsi. Dia mengimbau semua sektor mencari cara mengantisipasi segala risiko dan tantangannya.

“Tetapi yang pasti. Kalau kita tidak mampu menangkap tantangan dan menyelesaikan risiko-risikonya, ya kita bisa bisa sangat tertinggal dalam dalam kita tidak bicara puluh tahun, dalam 5 - 10 tahun ke depan saja kita bisa tertinggal kalau tidak beradaptasi,” tegasnya.

Pria yang pernah berkarir pada dunia financial technology mengatakan, bila kehadiran teknologi kecerdasan buatan mungkin akan berdampak pada jenis-jenis pekerjaan tertentu. Tapi kemungkinan ini hendaknya disikapi dengan positif dan memacu mereka yang terlibat untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya dalam menjalankan pekerjaan tersebut.

Pada akhirnya kalau kita berbicara ekonomi, kita akan melihat sebenarnya ke mana yang paling efisien dan mana yang paling memberikan value kepada dalam satu sistem ekonomi,” ungkap Ajisatria.

Kewajiban Pendaftaran

Pada akhir Februari lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika membuka kemungkinan pemilik layanan ChatGPT untuk mendaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Indonesia. Berdasarkan penelusuran Hukumonline, OpenAI sebagai perusahaan penyedia Chatgpt belum tercatat dalam sistem penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Kementerian Kominfo hingga saat ini.

Pada akhir Februari lalu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan mengatakan apabila ChatGPT masuk dalam enam kategori PSE wajib mendaftar, maka layanan bikinan OpenAI tersebut harus segera melakukan pendaftaran.

"Kita enggak tahu dia masuk kategori apa dari enam itu, apakah dia berbayar? Kalau berbayar harus (mendaftar),” ujarnya dikutip dari Antara.

Pendaftaran PSE lingkup privat didasari oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Kominfo (Permenkominfo) Nomor 10 Tahun 2021 atas Perubahan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Beleid itu menyebutkan enam kategori PSE yang wajib mendaftar. Pertama, PSE yang menyediakan, mengelola dan atau mengoperasikan penawaran dan atau perdagangan barang dan atau jasa. Kedua, PSE yang menyediakan atau mengelola dan atau mengoperasikan layanan transaksi keuangan. Ketiga, PSE yang melakukan pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan data, baik dengan cara unduh melalui portal atau situs pengiriman, surat elektronik, atau melalui aplikasi.

Keempat, PSE yang menyediakan, mengelola dan atau mengoperasikan layanan komunikasi namun tidak terbatas pada pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik dan percakapan dalam jaringan, dalam bentuk platform digital layanan jejaring dan media sosial.

Kelima, PSE yang menyediakan layanan mesin pencari, penyediaan informasi elektronik berbentuk tulisan, gambar, suara, video, animasi, musik, film dan permainan, atau kombinasi dari sebagian dan atau seluruhnya. Keenam, PSE yang memproses data pribadi untuk kegiatan operasional, melayani masyarakat terkait dengan aktivitas transaksi elektronik.

Perlu diketahui, Chat GPT merupakan kecerdasan buatan generatif yang dikembangkan oleh OpenAI, startup yang fokus pada riset kecerdasan buatan. ChatGPT berupa chatbot canggih yang bisa mempelajari data dalam jumlah yang sangat banyak supaya bisa menjawab berbagai pertanyaan. ChatGPT dilatih supaya bisa menjawab semirip mungkin dengan manusia, bahkan disebut bisa memberikan jawaban yang panjang.

Tags:

Berita Terkait