Mendorong Penyelenggara Pemilu Membuat Aturan Komprehensif Kampanye di Medsos
Terbaru

Mendorong Penyelenggara Pemilu Membuat Aturan Komprehensif Kampanye di Medsos

Perlu pula menyusun code of conduct kampanye di media sosial dan Penyelenggara Sistem Elektronik yang harus berkomitmen memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk terlibat dalam moderasi konten.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Jerry Sumampouw (paling kiri), Ray Rangkuti (kedua dari kanan), dan Yolanda Panjaitan (keempat dari kanan) dalam konferensi pers bertema Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif di Jakarta, Senin (26/06/2023). Foto: ADY
Jerry Sumampouw (paling kiri), Ray Rangkuti (kedua dari kanan), dan Yolanda Panjaitan (keempat dari kanan) dalam konferensi pers bertema Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif di Jakarta, Senin (26/06/2023). Foto: ADY

Tahapan penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 terus bergulir dan saat ini telah masuk tahap pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Salah satu tahap penting pemilu yakni masa kampanye yang akan berlangsung sejak 28 November 2023-10 Februari 2024. Kampanye yang dilakukan pun menyasar media sosial yang rawan dipergunakan negatif. Penyelenggara pemilu pun mesti menerbitkan aturan soal kampanye  politik di media sosial secara spesifik, komprehensif, efektif, dan berdampak.

Manajer Pengetahuan Cakra Wikara Indonesia, Yolanda Panjaitan mengatakan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur beragam cara dan metode kampanye termasuk melalui media sosial. Faktanya, perkembangan dan penggunaan media sosial sangat pesat dan memunculkan dampak negatif. Seperti marak beredar informasi palsu atau hoaks dan ujaran kebencian.

Sayangnya, regulasi yang ada seperti UU 7/2017  dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No.23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu belum mengatur secara detil dan komprehensif tentang aturan kampanye di media sosial. Padahal aturan itu penting mengingat jelang pemilu peredaran hoaks bertema politik meningkat tajam di media sosial.

Bahkan ada politisi yang kerap menyuarakan ujaran kebencian. Hoaks dan ujaran kebencian menyebabkan polarisasi, konflik, dan penurunan kepercayaan publik terhadap pemilu dan demokrasi. Bahkan memicu kekerasan dan ancaman fisik kepada kelompok marjinal. Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial berpotensi besar akan terjadi lagi di masa kampanye Pemilu 2024.

“Tapi regulasi, sumber daya dan infrastruktur penyelenggara pemilu kurang memadai,” kata Yolanda dalam konferensi pers bertema ‘Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif’ di Jakarta, Senin (26/06/2023).

Baca juga:

Koalisi mendorong KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lebih berani dan inovatif dalam membuat peraturan tentang kampanye politik di media sosial yang spesifik, komprehensif, efektif, dan berdampak. Bawaslu perlu menyusun Code of Conduct kampanye di media sosial dan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) harus berkomitmen memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk terlibat dalam moderasi konten.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait