Mendorong Penyelenggara Pemilu Membuat Aturan Komprehensif Kampanye di Medsos
Terbaru

Mendorong Penyelenggara Pemilu Membuat Aturan Komprehensif Kampanye di Medsos

Perlu pula menyusun code of conduct kampanye di media sosial dan Penyelenggara Sistem Elektronik yang harus berkomitmen memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk terlibat dalam moderasi konten.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Di tempat yang sama, pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, mengatakan KPU dan Bawaslu harus bersikap lebih profesional dalam menyelenggarakan pemilu untuk menjamin prinsip inklusivitas, partisipatif, terbuka dan akuntabel. Menurutnya profesionalisme KPU dan Bawaslu belakangan ini bermasalah.

“Mereka lebih tepat disebut sebagai ‘petugas Komisi 2 DPR’ ketimbang pengawal konstitusi dalam penyelenggaraan pemilu,” ujarnya.

Misalnya dalam hal partisipasi publik, Ray menyebut kalangan masyarakat sipil diundang untuk ikut rapat membahas Rancangan Peraturan KPU 2 jam sebelum kegiatan digelar atau sehari sebelumnya. Bahkan draf rancangan peraturan itu juga tidak bisa diakses masyarakat sipil. Tapi ketika keputusan diambil seolah masyarakat sipil telah dilibatkan. KPU dan Bawaslu pun dinilai tidak memperjuangkan usulan masyarakat sipil kepada Komisi 2 DPR.

“Kami mengingatkan pelibatan partisipasi publik itu jangan sekedar formalitas belaka, KPU dan Bawaslu harus memperjuangkan usulan masyarakat sipil. KPU dan Bawaslu harus menjaga independensi penyelenggaraan pemilu karena itu syarat,” tegasnya.

Koordinator Tepi Indonesia, Jerry Sumampouw, menambahkan politisasi isu Suku Ras dan Agama (Sara) berpotensi terjadi pada pemilu 2024. Begitu juga isu Lesbian, Gay, Biseksal, dan Transgender (LGBT) dan kelompok rentan yang bakal membuat polarisasi di masyarakat. Ironisnya, berbagai pelanggaran pemilu itu bakal minim penegakan hukum karena Bawaslu sebagai lembaga pengawas sangat berhati-hati melakukan tindakan apalagi kasusnya berkaitan dengan partai politik yang ada di parlemen. KPU juga bekerja pada ranah yang sifatnya tidak substantif tapi sekedar administratif.

“Kontrol dan pengaruh dilakukan langsung parlemen kepada KPU dan Bawaslu. Hal ini akan meminimkan penindakan (penegakan hukum pemilu,-red),” pungkasnya

Sekedar diketahui, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Cakra Wikara Indonesia, Formappi, Lingkar Madani (Lima), Perludem, Pusat Pemilu Akses Disabilitas, Sejuk, Sindikasi Pemilu Demokrasi, Komite Pemilih (Tepi) Indonesia, The Indonesian Institute, dan Youth IGF Indonesia mendorong KPU dan Bawaslu lebih berani dan inovatif mengatur kampanye politik di media sosial dengan aturan yang spesifik, komprehensif, efektif, dan berdampak.

Tags:

Berita Terkait