Menerapkan Prinsip Kepercayaan dalam Menyikapi Hak Ingkar
Kolom

Menerapkan Prinsip Kepercayaan dalam Menyikapi Hak Ingkar

Salah satu cara untuk menjaga kredibilitas dan integritas arbiter adalah bagaimana seorang arbiter dapat berani menolak suatu perkara bilamana isu kepercayaan akan berpotensi besar muncul.

Bacaan 7 Menit

Berdasarkan Pasal 23 jo. 24(5) UU Arbitrase dan APS, hak ingkar dapat diajukan kepada: (1) Pengadilan Negeri yang bersangkutan bilamana arbiter diangkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; (2) arbiter yang bersangkutan bilamana arbiter tunggal (yang ditunjuk langsung oleh para pihak); atau (3) majelis arbitrase yang bersangkutan terhadap anggota majelis.

Ada dua alasan pengajuan hak ingkar. Dua alasan tersebut secara substansi tidak jauh berbeda. Keduanya berkaitan dengan objektivitas arbiter dalam menjalani proses arbitrase untuk dapat menghasilkan putusan arbitrase yang baik. Pertama, pihak yang mengajukan hak ingkar ragu bahwa arbiter tidak melakukan tugasnya secara independen dan imparsial. Kedua, didapati bahwa arbiter memiliki hubungan kekeluargaan, rekan kerja, atau keuangan dengan pihak lainnya (vide Pasal 22 UU Arbitrase dan APS).

Setelah diajukan, terdapat dua kemungkinan hasil juga. Kemungkinan pertama, dalam hal tuntutan ingkar disetujui oleh pihak yang lain, arbiter tersebut harus mengundurkan diri sementara penggantinya ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku (vide Pasal 24(6) UU Arbitrase dan APS). Walaupun demikian, secara praktik, hal ini hampir tidak pernah terjadi karena pihak yang lain tidak mungkin menyetujui arbiter yang ditunjuknya kemudian diganti.

Kemungkinan kedua, apabila ternyata pihak yang lain tidak menyetujui dan arbiter tersebut tidak bersedia mengundurkan diri, pihak yang berkepentingan dapat mengajukannya tuntutan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk mengeluarkan suatu putusan terkait hal ikhwal tersebut. Bilamana ditolak tuntutannya, arbiter melanjutkan tugasnya; bilamana diterima, arbiter pengganti harus diangkat.

Dalam konteks BANI, ketentuan mengenai pengingkaran diatur di dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase BANI Tahun 2022. Berdasarkan Pasal 12, pengajuan diajukan secara tertulis kepada Ketua BANI dengan juga menyertakan argumentasi serta bukti-bukti yang menjadi dasar pengajuan. Dasar yang diajukan dapat berkaitan dengan persoalan etik atau persoalan non-etik. Dalam konteks etik, Ketua BANI akan membentuk, secara ad-hoc, Komisi Kehormatan Arbiter untuk memeriksanya.

Pasal 12 dan pasal-pasal lainnya dalam Peraturan a quo sebenarnya tidak menspesifikkan dasar-dasar pengajuan hak ingkar. Pun dalam Pasal 13 terkait penggantian seorang arbiter, hanya disebutkan bahwa pengingkaran dapat menjadi alasan bagi arbiter untuk mengundurkan diri. Namun, biasanya ketika dasar pengajuannya berkaitan dengan etik, rujukannya ke Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Arbiter BANI. Pertentangan kepentingan adalah dasar utama untuk mengajukan pengingkaran.

Muara dari pengajuan tersebut juga berupa penerimaan atau penolakan. Penerimaan terjadi bilamana Ketua BANI menilai bahwa pengajuan pengingkaran berdasar, serta arbiter yang diingkari setuju untuk mundur. Akan tetapi, bilamana Ketua BANI menilai sebaliknya, arbiter yang diingkari tersebut harus melanjutkan tugasnya sebagai arbiter, sehingga tidak dilakukan pergantian arbiter.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait